TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fajar baru menyingsing empat jam lagi. Tapi Sukastini (30) harus terbangun dari tidur lelapnya. Tak peduli hawa dingin, ia harus sampai kompleks Masjid Istiqlal pukul 01.30 WIB. Di salah satu sudut bangunan, Sukastini mengawali harinya dengan membangunkan 30 pekerja dapur umum untuk sahur.
Sudah empat tahun lamanya Tini, panggilan akrabnya, bekerja sebagai juru masak di bawah koperasi Masjid Istiqlal. Kala Ramadhan tiba, koperasi masjid yang menjual aneka makanan, diliburkan. Sebagai gantinya, seluruh pekerja koperasi menjadi juru masak dapur umum yang menyediakan takjil dan sahur jamaah masjid.
Setelah sahur, 30 pekerja tanpa dikomando sudah mengerti tugasnya masing-masing. Ada yang memasak nasi, ada yang menumis sayuran, nyaris tak ada yang menganggur. Selesai dimasak, petugas lainnya mengepak nasi, lauk, sayur untuk dimaskukkan ke dalam satu wadah yang nantinya diberikan pada jamaah yang sahur.
Dari seluruh pekerja, Tini paling senior. Ia masuk ke lingkungan koperasi Masjid Istiqlal dibawa temannya. Sebelum di sini, ia bekerja di perusahaan minyak wangi. Karena paling senior, ia dipercaya pengurus untuk belanja segala kebutuhan takjil dan sahur seperti sayuran, cabe, daging, bumbu masak, telur ayam, ayam da lain sebagainya.
"Ramadhan kali ini, sudah ketiga kalinya saya bekerja di dapur umum. Ya, bisa dibilang saya koordinator belanja sayuran lauk dan semuanya, karena paling senior. Semua sayuran, bumbu-bumbu, daging, saya beli sendiri," ujar Tini kepada Tribun Jakarta sambil menunjukkan tas kantong besar yang dipasang di jok belakang motornya, Rabu kemarin.
Dapur umum yang biasa menyediakan menu takjil dan sahur, terletak di sebelah utara, tak menyatu dengan bangunan Masjid Istiqlal. Ruangannya berbentuk letter L, satu bangunan terbuka yang terisi dandang, dan belasan kompor gas, bangunan sisanya permanen yang biasa digunakan untuk mengepak menu takjil dan sahur ke dalam box nasi dari stereofoam.
Dari dapur ini, Tini mengawali harinya dengan sepeda motor, menuju pasar berbelanja keperluan takjil dan sahur esok harinya. Itu dilakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Ada tiga pasar yang ia tuju untuk belanja yakni Pasar Karanganyar, Pasar Senen, dan Pasar Jembatan Lima. Paling sering ia pergi ke pasar kaget di daerah Juanda.
Karena bawaannya banyak, Tini harus dua kali bolak-balik membawa belanjaan. Untuk telor yang mudah pecah, dan daging, biasanya diantar oleh penjual langganan. Tini sudah punya penjual langganan untuk mengisi stok bahan-bahan seperti sayuran, daging, minyak goreng, telur dan sebagainya. Sehingga, mereka memberikan potongan harga.
Siang itu, Tini dan teman-teman baru saja memasak menu yang dijadwalkan pengurus berupa tumis oseng kacang panjang dan tempe, dan ayam kalio. Menurut ibu dari Aditya (6) ini, juru masak dapur umum tak sulit menentukan menu lantaran pengurus sudah menyiapkan menu untuk takjil dan sahur sebulan penuh selama Ramadhan.
Menu setiap hari selalu bervariasi. Hari pertama puasa, menu takjil berupa nasi, daging rendang, sayur kacang kol, plus korma. Hari kedua puasa, menu takjil berupa nasi, ayam goreng, tumis wortel buncis atau sop. Hari berikutnya terus berubah. Begitu juga menu sahur, selalu bervariasi. Dari semua menu takjil, kurma selalu ada.
Setiap harinya, terang Tini, dapur umum Masjid Istiqlal menyediakan 2000-2500 porsi menu takjil dan sahur. Menjelang akhir Ramadhan, menu takjil dan sahur hampir mencapai 3000 porsi. Jika di satu tempat harga bahan baku untuk takjil dan sahur tinggi, Tini mengambil barang ke penjual langganan lainnya di pasar yang berbeda.
Berita Terkait: Ramadan 2012