TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemegahan Masjid Istiqlal selalu membuat orang takjub. Tak sedikit warga negara asing dari berbagai negara datang berkunjung.
Tiap hari ada saja turis datang ke masjid yang pernah dikunjungi Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan istrinya, Michelle Obama. Saat itu, Obama dan istrinya dipandu Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustafa Yaqub berkeliling sekitar masjid.
Seorang petugas keamanan yang menjaga di pintu utama masjid, Al Fattah memberitahukan bahwa turis asing hampir tiap hari datang ke masjid yang mampu memuat puluhan ribu jamaah itu.
Di dalam, mereka yang ingin melihat-lihat arsitektur masjid akan dipandu oleh bagian humas. Jika pakaian mereka tidak sesuai, pihak masjid akan menyediakan kerudung, atau lainnya.
Saat bulan Ramadan seperti sekarang ini, pengunjung Masjid Istiqlal bertambah banyak. Para jamaah yang datang bukan saja dari kota Jakarta dan sekitarnya, tapi juga dari daerah lain.
Ada juga yang datang dari pulau Sulawesi. Ada ragam pendapat dan alasan yang mereka kemukakan kenapa memilih datang ke Istiqlal, di banding masjid lainnya yang juga tak kalah memiliki kemegahan.
Siti Anah (52), misalnya. Ibu lima anak ini hampir setiap tahunnya datang ke Masjid Istiqlal tiap Ramadhan tiba. Ia tinggal di Carenang Udik, Kecamatan Kopo Maja, Banten.
Baginya, Masjid Istiqlal memberikan kesenangan batin. Ia mengaku, datang saat Ramadan karena banyak kegiatan yang memberikannnya manfaat. Dari pengajian, salat qiyamul lail. "Yang pasti saya bisa bertemu dengan teman-teman saya," ujar Anah.
Banyaknya jamaah yang ingin melakukan itikaf selama Ramadan, membuat pihak Masjid Istiqlal menyediakan sebuah ruangan khusus sekaligus tempat beristirahat di lantai dasar.
Ruangan ini diperuntukkan bagi mereka jamaah perempuan yang datang dari luar daerah. Pengurus hanya menggelar karpet. Karena ruangan ini untuk menyimpan tas dan pakaian juga istirahat.
Seorang jamaah perempuan yang tiap tahunnya datang ke Istiqlal mengatakan, ruangan khusus perempuan ini biasanya akan ramai menjelang 10 hari terakhir Ramadan. Saat ini, jamaah perempuan masih menaruh tas dan pakaiannya di bagian saf perempuan yang berada di lantai utama masjid.
Jika jamaah perempuan sudah banyak yang itikaf, petugas keamanan masjid akan meminta mereka memindahkan tas ke bawah.
Dari pantaun Tribun, tak sedikit ibu-ibu membawa tas troli berisi pakaian selama mereka itikaf di sini. Menjelang salat Jumat, biasanya mereka akan memindahkan barang-barangnya ke ruangan khusus di lantai dasar lantaran semua lantai utama akan digunakan untuk jamaah laki-laki salat Jumat.
Setelah selesai salat, mereka akan membawa kembali tasnya dan menaruh di saf yang mereka tempati.
"Ruangan ini khusus selama Ramadhan. Banyak yang tinggal. Saya enggak bisa menghitung. Karena ruangan ini hanya untuk menaruh tas dan dari kita bergiliran menjaga tas teman-teman. Kalau untuk mengaji, dan itikaf, kami jamaah perempuan akan mengaji di atas. Tapi bagi orang lama yang biasa datang ke Masjid Istiqlal, biasanya tinggal di ruangan lantai dasar ini," ujar jamaah yang tak mau menyebutkan namanya itu.
Kita sebut saja jamaah tadi Fatimah. Fatimah yang tinggal di Jakarta ini mengaku, sebelum cinta pada Istiqlal, ia pernah di Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, dan Masjid Sunda Kelapa, Menteng.
Bahkan, di Sunda Kelapa, Fatimah sudah dipercaya menjadi panitia selama dua tahun karena saking seringnya itikaf di masjid ini. Sama seperti Anah, ada alasan sendiri kenapa ia datang ke Istiqlal.
"Ini kan pengalaman pribadi saya ya. Pertama, suasana di Masjid Istiqlal ada yang menarik. Saya takjub saja. Semua isi pengajian yang diberikan dari imam dan penceramah masuk semua ke hati saya. Kita punya prinsip, mencari ceramah yang bagus dan yang jelek dibuang. Bukan itu saja, ceramah dan pengajian mereka cukup mencerahkan buat saya," ungkapnya.
Hal lain yang membuatnya betah itikaf Ramadan di Istiqlal adalah lantunan ayat suci Al Quran ketika salat Tarawih tak kalah dengan yang dibaca imam-imam masjid besar lainnya.
"Saya sering mendengar bacaan Imam di sini, tiba-tiba keluar air mata. Meski saya akui, tidak mengerti apa makna ayat yang dibaca imam. Di sini, saya biasa sampai akhir Ramadan," katanya lagi.
Lain Fatimah lain Yoni. Perempuan asal Bogor, Jawa Barat, mengaku datang ke Istiqlal setiap Ramadan bersama suami dan anaknya. Rumah kontrakannya di Bogor ia tinggal.
Hanya anak keduanya yang tinggal di sana. Semua perlengkapan dari pakaian, sampai peralatan mandi ia bawa sendiri. Kebetulan, untuk mereka yang mau menetap atau itikaf di Masjid Istiqlal tak dipungut biaya.
"Ada panggilan dari Allah saya ke sini. Saya sering dikasih petunjuk sama Allah kalau ada kejadian. Sama papanya juga. Awal diajak suami ke sini, saya takjub, besar juga ya Istiqlal. Cita-cita saya mau ke Makkah. Saya berdoa diberi kesehatan, panjang umur, bisa kumpul kembali ke Istiqlal setiap Ramadan. Kalau nanti ada panggilan haji ke Makkah, saya sekalian mau berkunjung ke makam Nabi Muhammad di Masjid Nabawi," harapnya.
Di usianya yang masih muda, Yoni lebih banyak bertahan di ruangan istirahat perempuan.
Perempuan yang sudah berkali-kali operasi ini mengaku tak bisa ikut dengan jamaah perempuan lainnya salat jamaah di lantai utama karena tak kuat naik tangga.
Sehingga dia tahu diri hanya salat di ruangan istirahat. Di sini, Yoni masih terus mengasah kemampuan membaca Al Quran dari teman-temannya. Ia adalah mualaf.
Saling Bantu Antarjamaah
Mereka datang dari luar daerah dan bertemu di Istiqlal. Memang, ruangan khusus hanya disediakan pihak panitia untuk jamaah perempuan.
Sedang jamaah pria tidak karena mudah membawa diri. Berkah Ramadhan pula yang membuat antarjamaah saling kenal satu sama lain. Jika salah satu dari mereka ada yang sakit, teman-teman lainnya memberi pertolongan, entah memijit, atau membelikan obat.
Itulah yang dialami Fatimah. Sudah beberapa hari badannya sakit dan ingin sekali kembali pulang. Namun, teman-teman lainnya yang juga itikaf Ramadan di Istiqlal tak tega.
Karena, jika Fatimah pulang ke rumah, tidak ada yang mengurus. Makanya, dengan rela hati dan ikhlas, teman-teman yang mengurus Fatimah. Begitu besar persaudaraan antara mereka sesama jamaah.
Tali silaturahmi yang mereka bangun, ternyata tidak saja ketika di Istiqlal. Setelah Ramadan, ketika mereka pulang ke rumah masing-masing, mereka saling menanyakan kabar lewat telepon.
Terkadang, jamaah yang tinggal di Jakarta saling janjian untuk ketemu, ngobrol, bahkan jalan-jalan. "Makanya kita hapal satu sama lain. Kalau di Jakarta masih bisa ketemu, makan, jalan, dan ikut jalan. Cerita dan curhat-curhat," kata Fatimah.
"Kalau sakit ya kita saling bantu. Saya mau pulang, ditahan sama teman-teman, dan mereka membantu saya. Saya ke sini bawa banyak pakaian. Semuanya masuk di dua tas besar. Tapi ada juga ibu-ibu yang datang ke sini membawa anak kecil. Ya untuk keamanan barang-barang, kita sama-sama menjaga. Kita mandi, buka puasa, dan sahur di sini," ungkapnya.