Laporan Wartawan Tribun Batam, Candra P. Pusponegoro dari Mekkah Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MEKKAH - Jemaah umrah dari Tanah Air patut bersyukur. Pada pelaksanaan ibadah umrah Ramadan 1433 Hijriah ini, pihak penyelenggara travel haji atau umrah memilih lokasi penginapan yang terdekat. Rata-rata jarak hotel dengan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram maksimal 500 meter.
Hikmahnya, mereka yang sudah berada di Kota Madinah dan Mekkah Arab Saudi (Tanah Suci) bisa lebih leluasa beribadah. Dekatnya tempat tinggal jemaah dengan kedua masjid suci umat muslim akan membawa dampak yang sangat positif. Salah satunya jemaah tidak perlu mengeluarkan ongkos transportasi untuk menuju ke masjid.
Selain itu, suhu udara tertinggi mulai 1 hingga 30 Ramadan nanti mencapai 38° Celcius di Madinah dan 45° Celcius di Mekkah. Selama pelaksanaan umrah Ramadan, umumnya tempat tinggal jemaah Indonesia paling dekat. Sedangkan jemaah bukan berasal dari Tanah Air menempati hotel berjarak lebih dari 1 kilometer.
Khusus jemaah yang sudah tua, jika dirinya tidak mampu berjalan maka disediakan layanan sewa kursi roda. Oleh karena jarak yang dekat, sekali sewa kursi roda tidak terlalu mahal.
Kemudian, mereka yang tidak ingin berlama-lama di masjid bisa pulang pergi ketika salat wajib (fardhu) ditunaikan.
"Selama saya berada di Madinah, jarak hotel Wasel al Reem dengan Masjid Nabawi sekitar 150 meter. Cukup ditempuh selama 5 menit saya sudah sampai masjid. Kira-kira 20 langkah kaki halaman masjid sudah terlihat di depan mata," ujar Hendra Eka Putra, jemaah Nettour Batam Kepulauan Riau, Jumat (10/8/2012).
Bukan hanya Hendra, Fahmi jemaah lain dari travel Nur Ramadan Jakarta juga mengaku bahwa hotel yang ditempatinya selama umrah sangat dekat. Begitu kaki keluar dari lobi hotel, masjid langsung kelihatan. Menurutnya, jarak yang dekat akan memberikan penghematan energi selama proses umrah berlangsung.
"Luas Masjid Nabawi ini lebih dari 8 hektar. Apabila hotel terlalu jauh dari masjid maka jemaah bisa kepayahan menuju masjid. Terlebih jika puasa Ramadan seperti ini, tentu ingin mencari shaf (barisan) paling depan juga harus bertenaga ekstra," ujar Fahmi.
Pemilihan lokasi hotel dengan dua masjid suci umat Islam sedunia ini bukan tanpa alasan. Mengingat jemaah umrah yang melakukan ritual di Tanah Suci umumnya lebih dari 10 hari. Hitungannya, selama 3 hari 4 malam berada di Kota Madinah dan selebihnya beribadah di Masjidil Haram Mekkah.
Selama di Madinah, pihak travel sudah menjadwalkan kegiatan jemaah. Setibanya di Madinah, mereka akan diajak langsung menziarahi makam agung Nabi Muhammad (Rasulullah) di Masjid Nabawi. Selanjutnya mengunjungi tempat bersejarah umat muslim, seperti Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Khandaq, dan Kuburan Uhud.
Tidak hanya itu, selama di sini mereka akan diajak mengunjungi pasar kurma terbesar di dunia. Jemaah bisa memilih segala jenis kurma, kisaran harga mulai SAR 30 hingga SAR 130 per kilogram. Jika tidak ada agenda lain maka jemaah bisa melakukan kegiatannya sendiri-sendiri, seperti beramal ke masjid atau istirahat di hotel.
"Khusus umrah di bulan Ramadan ini, kami selaku travel penyelenggara sudah 4 bulan sebelumnya memesan hotel di Madinah dan Mekkah. Pertimbangannya karena suhu di Arab sangat panas. Jika jarak hotel terlalu jauh bisa mengakibatkan jemaah tidak khusyuk," ujar H Kamaruddin Saban, pemilik Nettour Batam saat dihubungi.
Setelah kegiatan ibadah selesai di Madinah, jemaah akan diberangkatkan menuju Kota Mekkah untuk menunaikan umrah. Saat hendak ke Mekkah, jemaah sudah diwajibkan mengenakan pakaian ihram (warna putih). Kemudian untuk pengambilan miqat (niat) sebelum ihram dilakukan di Masjid Bir Ali (sekitar 30 menit perjalanan dengan bus).
Dari Madinah menuju ke Mekkah ditempuh perjalanan darat sekitar 7-8 jam. Ini tergantung dengan kondisi arus lalu lintas di jalanan setempat. Setibanya di Mekkah, jemaah masuk hotel dan meletakkan barang bawaannya. Setelah itu, jemaah akan dipandu untuk melaksanakan Thawaf di Kabah dan Sa’i di Bukit Shafa dan Marwah.
Khusus pelaksanaan ibadah Thawaf dan Sa’i ini, keduanya merupakan ibadah agung yang harus dikerjakan selama umrah berlangsung. Apabila dalam pelaksanaannya terdapat ganjalan (batal) maka jemaah wajib di denda (dam) berdasarkan syariat Islam. Denda paling terbesar dengan menyembelih seekor kambing.
Pada prosesi Thawaf, jemaah wajib melakukan putaran mengelilingi kabah sebanyak 7 kali putaran. Bila diukur dengan meteran, Thawaf satu putaran akan menempuh jarak sejauh ± 500 meter. Total Thawaf 7 kali putaran selama rukun haji atau umrah dikerjakan adalah sepanjang ± 3.500 meter (3,5 kilometer).
Seusai Thawaf, ibadah dilanjutkan dengan prosesi Sa’i. Jarak Kabah dengan tempat Sa’i cukup dekat, yakni ± 300 meter di dalam Masjidil Haram. Setibanya di lokasi, jemaah wajib mendatangi Bukit Shafa dan Marwah sepanjang ± 600 meter. Pada proses Sa’i ini, dilakukan sebanyak 7 kali putaran.
"Selama umrah dilakukan, setiap jemaah menempuh perjalanan sejauh 7.700 meter (7,7 kilometer). Sehari, total mereka berjalan kaki sepanjang 10 kilometer. Inilah prosesi umrah dilakukan oleh jutaan umat muslim sedunia. Jika fisik tidak kuat jangan harap ibadah bisa terlaksana dengan baik," ujar ustaz Muhammad Nuruddin, pembimbing ibada umrah di lokasi Masjidil Haram, Jumat (10/8/2012).
Ibadah umrah dikatakan selesai apabila sudah melewati rangkaian Thawaf dan Sa’i. Pada proses terakhir, jemaah diminta untuk mencukur rambut gundul (tahallul). Apabila sudah selesai, jemaah diminta pulang ke penginapannya masing-masing. Untuk sekali proses umrah (Thawaf dan Sa’i) dibutuhkan waktu ± 2,5 jam.
"Apabila kondisi Kabah sepi (di luar Ramadan), ibadah Thawaf dan Sa’i bisa dilakukan selama 1 jam. Tetapi pada umrah akhir bulan Ramadan ini, jemaah bisa menyelesaikan umrahnya paling tidak selama 5 jam lebih," jelas Nuruddin.
Selesai dari umrah, esoknya jemaah akan diajak mengunjungi Padang Arafah, Jabal Rahmah, Mina, Jabal Nur, dan lokasi lain bersejarah. Jika ada program umrah kedua, biasanya pengambilan miqat (niat) dilakukan di Masjid Jira’nah. Sedangkan miqat ketiga umumnya jemaah diantarkan ke Masjid Tan’im atau Masjid Hudaibiyah.
Mengenai persoalan makan selama berada di Tanah Suci, distribusi makanan disuguhkan dengan cara prasmanan. Jemaah tinggal mengonsumsi makanan dan minuman yang sudah disiapkan oleh pihak cathering. Khusus makanan ini, menunya selera nusantara (makanan khas dari Tanah Air).
Selama proses ibadah di Tanah Suci, para muthawwif (pembimbing) biasanya sudah berpesan kepada jemaah agar tidak membawa segala bentuk kamera. Alasannya, menurut peraturan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, memotret tempat ibadah (lokasi yang keramat) dianggap menyalahi syariat Islam.
Sehingga apabila jemaah kedapatan membawa kamera akan ditahan, setelah diperiksa oleh polisi masjid (asykar), hasil pemotretan akan dihapus seketika. Penahanan ini sering terjadi pada saat jemaah memasuki pintu-pintu masjid. Jika mereka terlihat membawa tas maka isinya akan diperiksa. Apabila ada kamera langsung ditahan polisi.
"Pertama kali akan masuk Masjid Nabawi tiba-tiba saya ditahan sama asykar. Isi tas disuruh buka, setelah mereka tahu ada kameranya polisi langsung menahan. Saat itu saya bergemetaran, akhirnya saya serahkan saja sama polisi yang berjaga itu," ujar jemaah asal Batam, Eka Koib Jian di lokasi.
Umumnya, jemaah yang memotret situasi dalam masjid menggunakan ponsel yang beresolusi tinggi. Sehingga jika diperiksa oleh petugas masjid bisa mengelak dan beralasan bahwa ponsel dibawa ke dalam masjid untuk alat komunikasi. Kasus penahanan ponsel jarang-jarang terjadi di dalam masjid.
Tidak hanya itu, kebiasaan jemaah dari Tanah Air suka ‘nyeleneh’ selama mereka berada di sini. Di Arab Saudi, terlebih Tanah Suci kasus tindakan amoral dilarang keras dikerjakan.
Misalnya menyangkut perzinaan (gandeng tangan bukan muhrim, ciuman, dsb), berpacaran, khalwat (bepergian), atau mojok berdua dalam bahasa gaulnya.
Umumnya faktor budata memicu mereka tersangkut masalah moral. Utamanya tuduhan berpacaran, berkhalwat, dan kasus sihir. Menurut Nuruddin, di Tanah Air, berpacaran atau khalwat dianggap bukan pelanggaran hukum. Tetapi di Arab Saudi sini, hal itu merupakan pelanggaran berat hukum Islam dan harus dihukum setimpal.
Semisal kasus sihir, banyak jemaah dituduh melakukan sihir. Untuk kasus sihir yang dikonotasikan sebagai tenung (santet) bisa dituduhkan jika tidak berhati-hati. Di Arab Saudi, lanjut Nuruddin, segala bentuk perbuatan yang dianggap tidak masuk akal akan dicurigai sebagai sihir (perdukunan).
Salah satunya menyimpan rajah (jimat), keris, batu, memiliki bungkusan berisi tanah dari kampung, menyimpan puluhan helai rambut kiainya, atau hal-hal menyimpang lainnya. Bahkan orang Arab bisa beranggapan gulungan kertas tisu berisi potongan kuku bisa dikategorikan sebagai jimat apabila jemaah tidak hati-hati.
"Maka dari itu, para pembimbing (ustad) calon jemaah umrah atau haji di Tanah Air harus menyampaikan masalah ini di awal waktu sebelum berangkat. Tujuannya, setibanya di Tanah Suci, jemaah akan paham dan tidak tersangkut oleh masalah-masalah seperti itu," pinta Nuruddin.
Baca Juga: