TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kecintaannya kepada anak muda dan dunia seni membuat Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dhakiri selalu mendukung usaha-usaha kreatif anak muda yang bergelut di dunia seni dan kreatif. Tak terkecuali, di sela-sela kesibukannya menjalankan tugas negara mengurus soal TKI dan ketenagakerjaan secara umum, menteri muda dari PKB ini juga ikut mendukung dan hadir dalam acara Ramadan Jazz Festival yang digelar remaja masjid Cut Meutia Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (27/6/2015) lalu.
Setelah memberikan sambutan yang bernas soal pentingnya anak muda memahami Islam Nusantara yang damai dan khas Indonesia, menaker didaulat untuk menyanyi dan menyumbangkan lagu oleh panitia penyelenggara Ramadan Jazz Festival. Menaker yang memang suka menyanyi dan sudah menelorkankan beberapa lagu ciptaanya dalam sebuah album yang berjudul ‘The Drezzle’ enteng saja menjawab tantangan panitia untuk menyanyi.
Menaker lalu meminta pengiring musiknya langsung memualai lagunya yang berjudul ‘Rabbana Dholamna Anfusana’. Langsung saja, tepuk tangan meriah penonton langsung membahana setelah suara emasnya menaker dilantunkan dengan santai. Mereka yang sebelumnya hanya mengenal Menaker Hanif dari lompat pagar dan hanya mengurusi soal TKI dan buruh ternyata juga bisa menyanyi.
“Luar bisa pak menteri ini, tak hanya jago lompat pagar dan sikat mafia Human Trafficking, tapi juga pandai menyanyi juga rupanya. Enak lagi lagunya,” kata Dana salah satu penonton yang ikut menyaksikan acara malam itu.
Sementara, para penonton lain saat menyaksikan Menteri hanif Nyanyi, juga ikut hanyut dan menirukan pelan-pelan saat reff lagu itu di nyanyikan. ‘Robbana Dholamna Anfusana, Wainlam Tagfirlana, Watarhamna, Lanakunanna minal Khosirin’. Demikian mereka menirukan sambil sesekali tepuk tangan.
Islam Nusantara
Dalam kesempatan ini, menaker Hanif juga ikut menjealskan soal pentingnya anak muda Indonesia untuk memahami Islam yang benar di Indonesia. Sebab selama ini, banyak aliran, aqidah dan pemahaman Islam yang melenceng dari sialm yang damai dan rahmatan lilalamin. Pemahaman Islam yang keras dan rigid karena menjadi islam harus menjadi Arab inilah yang notabene pemahamannya diimpor dari Timur Tengah yang harus dicermati oleh anak muda Indonesia.
"Acara semacam ini, yang dilakukan di bulan Ramadan dan di halaman masjid, menunjukkan bahwa Islam itu bisa bergaul dengan zaman. Menjadi islam itu juga menjadi kreatif. Menjadi muslim yang baik juga bisa mengikuti perkembangan zaman. Setelah taraweh bareng, ibadaha, tadarus, dan infaq, juga bisa ngejazz," terang dia.
Dia menambahkan, antara Islam dan budaya serta keindonesiaaan tidak bisa dipisahkan. Sebab, menjadi muslim di Indonesia harus memahami kultur adan alurnya secara benar. Sehingga tidak menjadikan Islam yang damai dan sejuk bertabrakan dengan budaya yang akhirnya merusak harmoni sosial yang sudah terbangun sejak dulu.
“Antara Islam dan budaya itu ada relasi yang kuat dan saling mendukung. Sebagaimana yang diajarkan oleh wali songo dan ulama-ulama penerusnya sebagai penyebar Islam di Indonesia yang dilakukan secara damai dan bermartabat serta kreatif.,” paparnya