Oleh: Dr Mutohharun Jinan, Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
SELAMA bulan Ramadan sering diselenggarakan acara-acara kolosal, seperti tablig akbar, buka bersama, dan sejenisnya. Lalu apa yang tersisa ketika acara kolosal itu selesai? Hampir pasti sampah berserakan, tempat acara jadi berantakan, jalanan terlihat kumuh, plastik dan kardus bungkus makanan bertebaran, ditinggalkan begitu saja di tempat acara, tak peduli acara itu di lingkungan masjid sekalipun.Terlebih bila tablig akbar dilaksanakan di lapangan terbuka.
Gejala itu mengindikasikan betapa rendahnya kesadaran masyarakat terhadap budaya kebersihan yang semestinya menyatu dengan disiplin puasa. Bisanya orang berpikiran kebersihan lingkungan publik adalah tanggung jawab petugas kebersihan atau tugas pemulung, sehingga dengan ringan meninggalkan sampah di sembarang tempat.
Disayangkan juga tema tentang kebersihan dan ketertiban lingkungan ini jarang menjadi bahan ceramah para dai atau mubaligh selama Ramadan. Seolah tidak ada hubungan antara ibadah puasa dengan peningkatan budaya dan disiplin hidup bersih. Jujur, ikhlas, dermawan, dan akhlak individual lainnya lebih mengemuka dalam ceramah-ceramah selama Ramadan.
Hanya sedikit yang menggugah kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan membudayakan hidup bersih. Padahal Islam menaruh perhatian amat tinggi pada kebersihan, baik kebersihan fisik (lahiriah) maupun kebersihan ruhani (batiniyah). Dua macam kebersihan ini tidak bisa dipisahkan.
Kebersihan lahiriyah itu tidak dapat dipisahkan dengan kebersihan batiniyah. Oleh karena itu, ketika seorang muslim melaksanakan ibadah tertentu harus membersihkan terlebih dahulu aspek lahiriyahnya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, "Kunci dari shalat adalah bersuci (bersih)."
Dalam terminologi fikih kebersihan fisik sering disebut dengan istilah thaharah dan nazhafah. Pada kitab-kitab klasik dikhusukan bab al-Thaharah yang biasanya disandingkan dengan bab al-Najasah (najis) yang selanjutnya juga dibahas masalah air serta tanah, wudu, mandi, mandi janabat, tayamum, dan lain-lain.
Sedangkan kebersihan batiniah, jiwa, dan harta menggunakan istilah tazkiyah. Dalam Alquran perintah zakat yang seakar kata dengan tazkiyah, memang maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga harta yang dizakati menjadi bersih dan yang tidak dizakati dinilai kotor.
Bersih dan kotornya harta sebenarnya berkorelasi dengan jiwa pemiliknya. Perihal kebersihan fisik Rasulullah juga mengingatkan, "Agama Islam itu adalah agama yang bersih atau suci, maka hendaklah kamu menjaga kebersihan. Sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang suci." (HR. Baihaqiy)
Membiasakan bersih lahiriah pada badan dan pakaian akan berdampak baik pada kesehatan tubuh dan fisik. Kebersihan tempat tinggal dan kamar akan berbuah pada kesehatan lingkungan yang indah dan nyaman. Tidak berlebihan bila ada yang menyebut kebersihan adalah pangkal kebahagiaan. Hidup bersih pada dasarnya merupakan bagian fitrah manusia. Andaikan tidak diperintahkanpun sejatinya manusia cinta keindahan dan kebersihan.
Memang tidak mudah membiasakan hidup bersih di tengah kebanyakan orang yang belum disiplin kebersihan. Terkadang malah dianggap aneh dan mengada-ada. Sebagai misal, ketika acara makan bersama telah usai, lalu dalam perjalanan pulang Anda membawa dos atau plastik bekas, bisa jadi orang lain yang melihat Anda akan heran, terkesan aneh, dan bertanya-tanya, untuk apa dos bekas dibawa pulang. Padahal sampah yang Anda bawa akan dibuang di tempat sampah lantaran tidak tersedia tong sampah di tempat kegiatan.
Ada baiknya setiap kegiatan yang melibatkan banyak orang penyelenggara atau dai menyerukan Ramadan adalah bulan kebersihan. Ramadan selain menggerakkan untuk menyucikan jiwa juga disertai dengan kesadaran budaya bersih sacara fisikal.
Rasulullah menyemangati umatnya supaya sadar hidup bersih dengan sabdanya: "Sesungguhnya Allah itu baik, Dia menyukai kebaikan. Allah itu bersih, Dia menyukai kebersihan. Allah itu mulia, Dia menyukai kemuliaan, maka bersihkanlah olehmu lingkunganmu." (HR. Tirmizi)