TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada bulan ramadan, umumnya masjid-masjid maupun musala akan ramai dikunjungi umat.
Baik untuk menjalankan salat, tadarus dan sebagai tempat tidur siang.
Bagi sebagian umat, menjalankan ibadah puasa tidak hanya menghadapi lapar, haus dan segala hawa nafsu lainnya. Berpuasa, juga berarti melawan rasa kantuk, terutama pada siang hari.
Alhasil tidak sedikit umat, terutama yang bekerja kantoran, yang memanfaatkan jam makan siangnya untuk shalat zuhur dan tidur siang.
Oleh karena itu, bukan pemandangan yang langka bila di masjid maupun musala terdapat banyak jamaah yang tidur.
Seperti yang terjadi di masjid Cut Meutia, Menteng, Jakarta Pusat. Setelah waktu shalat zuhur, sebagian jamaah yang selesai menunaikan shalatnya, memilih untuk menyingkir ke sudut bangunan, lalu terlelap.
Bagian dalam masjid tersebut memang nyaman. Selain langit-langitnya tinggi sehingga memberikan sirkulasi yang baik, bagian dalam gedung juga dilengkapi dengan pendingin ruangan. Alhasil bagian dalam ruanganpun cukup sejuk.
Namum di masjid tersebut jamaah dilarang tidur di bagian dalam. Terdapat larangan tertulis yang tertempel di dinding bagian dalam, untuk mengingatkan jamaah agar tidak terlelap.
Salah seorang petugas keamanan Masjid Cut Meutia, Iwan, mengaku sadar bahwa jamaah menghadapi rasa kantuk yang berat.
Oleh karena itu ia tidak langsung membangunkan jamaah yang tidur di lantai masjid, melainkan memberikan waktu untuk sang jamaah terlelap sesaat.
"Kita biarkan dulu sebentar. Setelah salat, istirahat dulu, baru dibangunkan," ujarnya.
Pihak masjid melarang orang terlelap di dalam masjid adalah karena berpotensi mengganggu orang yang hendak beribadah seperti salat maupun tadarus. Selain itu, sang jamaah yang tertidur juga berpotensi mengotori karpet.
"Mereka kan kalau tidur dilantai, liurnya bisa mengotori karpet. Kasihan jamaah yang lain," katanya
Atas alasan tersebut juga, ia kerap membiarkan bila ada jamaah yang tidur dengan cara menyenderkan tubuhnya ke tempok bangunan.