TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masjid Baiturrahim, merupakan masjid yang berada di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Masjid yang berada di sisi sebelah kanan Istana Merdeka ini memiliki nilai sejarah yang lekat dengan Sang Proklamator, Ir. Soekarno.
Untuk mengetahui lebih dalam, Deputi II Sekretariat Presiden, Djarot Sri Sulistyo membantu memberikan cerita yang utuh mengenai sejarah terbangunnya Masjid Baiturrahim di lingkungan Istana Kepresidenan.
Djarot yang juga selaku Ketua Pengurus Masjid Baiturrahim dibantu juga oleh Ajat Sudrajat selaku Sekretaris Masjid Baiturrahim untuk memberikan keterangan yang lebih detail.
Masjid Baiturrahim ini terbangun atas kehendak Soekarno yang kala itu sudah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Sebelumnya, di lokasi yang sekarang telah berdiri bangunan masjid itu merupakan lapangan tennis. Berhubung Istana merupakan peninggalan Belanda, sehingga belum ada sarana ibadah bagi umat Muslim saat itu.
Pada tahun 1959, inisiatif Presiden Soekarno saat itu terwujud. Dimulailah pembangunan masjid di lingkungan istana. Saat itu, R.M Soedarsono yang mengarsiteki pembangunan masjid itu.
R.M Soedarsono adalah arsitek yang pernah membangun monumen-monumen penting di Ibukota, diantaranya Monumen Nasional (Monas) dan Museum Sejarah di dalamnya.
"Pembangunan masjid ini langsung dibawah pengawasan Presiden Soekarno kala itu," kata Djarot.
Presiden Soekarno ikut pun ambil bagian dari pembangunan masjid itu, yakni menyusun nuansa struktur bangunan yang lekat dengan nuansa Jawa-Bali. Pada tahun 1961, selesailah pembangunan masjid tersebut.
Namun, Presiden Soekarno saat itu hanya mengizinkan umat yang berada di lingkungan Istana Kepresidenan saja yang bisa menunaikan salat di Masjid Baiturrahim.
Masjid ini memiliki satu kubah. di sebelah kanan masjid, terdapat satu menara untuk mengumandangkan Adzan.
Pintu masjid dibuat transparan, dan terukir ayat-ayat Al-Quran. Seluruh bangunan dicat warna putih. Dinding masjid ini hanya ditutupi oleh kaca tebal yang dibalut ukiran-ukiran dan ayat Al-Quran. Kaca ini juga merupakan bagian dari ventilasi bangunan.
Tidak Sesuai Arah Kiblat
Seiring berjalannya waktu, ternyata Masjid Baiturrahim itu tidak sesuai dengan arah kiblat yang benar.
Karena pada waktu pembangunannya, Presiden Soekarno menginginkan bangunan masjid tersebut simetris atau sejajar dengan bangunan Istana Merdeka yang ada di tengah.
Sehingga, jemaah harus mendengarkan pemberitahauan yang disampaikan bahwa ketika salat harus serong ke kanan, mengikuti arah kiblat yang sebenarnya.
"Sementara, Istana itu jauh sebelum kemerdekaan sudah dibangun, tidak tunjukkan arah kiblat," kata Ajat.
Pada tahun 2008, di era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini barulah dilakukan perbaikan arah kiblat, sehingga jemaah tidak perlu mendengarkan pemberitahuan terkait arah kiblat yang benar.
Pada tanggal 28 Mei 2008, tepat pukul 16.18 WIB, ditentukan arah kiblat dengan memperhatikan Matahari. Setelah sesuai, baru ditentukan posisi bangunan Masjid yang direnovasi.
"Mengukurnya dengan metode Istiwa. Hasilnya memang signifikan arahnya, kemudian dilaporkan ke Pak Presiden (Susilo Bambang Yudhoyono), kemudian diberi arahan untuk diperbaiki untuk arah kiblat, sekalian untuk dikembangkan sehingag tampung jamaah lebih banyak," kata Ajat.
Pada tahun 2010, barulah Masjid Baiturrahim direnovasi sekaligus diekspansi ruangannya, dan selesai hanya kurun waktu 6 bulan. Pada tanggal 1 Oktober 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan masjid itu dan dihadiri oleh Imam Masjidil Haram.
Era Soeharto, Masjid Baiturrahim Terbuka Untuk Umum
Karena pada awalnya Masjid Baiturrahim Istana Kepresidenan hanya untuk lingkungan Istana Kepresidenan saja, sehingga masyarakat tidak bisa ikut salat di masjid itu.
Namun, di era Pemerintahan Presiden Soeharto, Masjid Baiturrahim dibuka untuk umum, dengan kata lain masyarakat diluar lingkungan Istana bisa ikut beribadah di masjid ini.
Berhubung masjid ini berada di lingkungan objek vital Negara, maka pengunjung harus mengikuti prosedur yang ada, misalnya melalui pemeriksaan dan menitipkan barang bawaannya di tempat yang telah disediakan.
"Kalau pegawai pakai tanda pengenal, kalau umum ada tempat penitipan. Memang sekarang harus dititipkan, itu untuk menjaga ketertiban," kata Djarot.
Sejumlah kegiatan pun dilakukan di masjid ini. Mulai dari dzikir bersama, ceramah dan lainnya.
"Di era Pak Jokowi, Secara rutin, kami adakan khotmil Qur'an, jadi itu yang melaksanakan dari berbagai pondok pesantren dari berbagai daerah. Jadi tiap 1 bulan sekali," ucap Djarot.