Laporan Wartawan TribunSolo.com, Bayu Ardi Isnanto
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Sebuah masjid terletak di tepi sungai Jenes di kawasan Kampung Batik Laweyan, Solo, Jateng.
Masjid itu bernama Masjid Laweyan atau juga biasa disebut Masjid Ki Ageng Henis, yang dibangun pada 1546.
Ternyata, sungai yang mengalir di depan masjid bukanlah sembarang sungai.
Sungai tersebut pernah menjadi jalur perdagangan yang menghubungkan daerah-daerah di Pulau Jawa.
Suasana di bagian dalam Masjid Laweyan, Solo, Sabtu (18/6/2016) lalu. (TribunSolo.com/Bayu)
Letaknya yang berada di jalur perdagangan, membuat kawasan tersebut menjadi pusat keramaian yang disebut Bandar Kabanaran.
"Dari sungai ini ada jaringan perdagangan sampai ke Klaten, Boyolali, Gresik, Tuban, dan Bojonegoro," kata Ketua Takmir Masjid Laweyan, Achmad Sulaiman, Sabtu (18/6/2016).
Menjadi semakin berkembang, banyak bermunculan para saudagar batik dari Laweyan.
Batik memang telah dikenal sejak masa Kerajaan Majapahit.
Majapahit yang dekat dengan negara Tiongkok dan Thailand, mengembangkan budaya tekstil.
Ki Ageng Henis, yang merupakan keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V, memeluk agama Islam dan membangun Masjid Laweyan.
Mimbar Masjid Laweyan ini bermotif batik. (TribunSolo.com/Bayu)
Di sana, dia turut mengajari penduduk lokal membatik.
"Masjid Laweyan pada saat itu tidak hanya untuk bersembahyang, tapi juga pusat pengembangan batik dan budaya Jawa," kata Sulaiman menambahkan.
Kala itu batik dan Islam sama-sama berkembang pesat di Laweyan.
Sekarang, Bandar Kabanaran berubah menjadi Kampung Batik Laweyan.
Mayoritas penduduknya masih beragama Islam.
"Bahkan Laweyan ini menyokong pergerakan nasional, seperti Sarekat Dagang Islamnya Samanhudi," ujar Sulaiman