TRIBUNNEWS.COM - Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk hidup dalam keseimbangan.
Seimbang artinya tidak berat ke kiri atau ke kanan, tetapi berada di tengah-tengah.
Itulah sebabnya, Alquran menyebut umat Islam sebagai ummatan wasathan, umat yang di tengah.
Dosen UIN Antasari Banjarmasin, Mujiburrahman, menjelaskan lebih detil Kata wasath seakar dengan kata wasit dalam bahasa Indonesia, yang tentunya harus adil.
Jadi, seimbang itu adil, meletakkan sesuatu sesuai tempat dan porsinya.
Karena itulah, Alquran menyuruh orang: makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.
Berlebihan itu tidak adil pada tubuh, sehingga akan melahirkan ketidakseimbangan dan akhirnya menimbulkan penyakit.
Hal ini sangat sesuai sekali dengan saran para ahli gizi modern.
Orang makan minum harus sesuai kebutuhan tubuhnya, tidak kurang, tidak lebih.
Selain itu, khusus soal makanan dan minuman, keseimbangan itu juga diberi dua catatan, yaitu halalan thayyiban, yang halal dan baik.
Halal berarti selain yang diharamkan Allah. Baik berarti sehat, bergizi, tidak berbahaya bagi tubuh.
Jika keduanya terpenuhi, maka keseimbangan kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan terjamin.
Puasa melatih manusia untuk seimbang karena puasa mengajarkan orang untuk bisa mengendalikan nafsu.
Jika dia sudah terbiasa mengendalikan nafsu, maka dia akan bisa menahan diri untuk tidak berlebihan.
Sabda Nabi, “Makanlah ketika lapar, dan berhentilah ketika belum benar-benar kenyang.
” Tetapi jika waktu berbuka orang balas dendam dengan makan-minum berlebihan, maka latihan puasanya sia-sia.
Akhirnya, keseimbangan adalah hukum kosmis, berlaku kepada semua.
Perusakan alam seperti penggundulan hutan, penggalian tambang dan lainnua, akan berbahaya karena merusak keseimbangan.
Begitu pula, hidup manusia harus seimbang. Makan, minum, istirahat, kerja, semua harus seimbang. Jika tidak, dia akan ditimpa sakit. (*)