TRIBUNNEWS.COM- Anda pernah punya nazar jika keinginan tercapai? Sayangnya karena satu dan lain hal nazar itu tak dilakukan.
"Bagaimana kalau seseorang bernazar tapi ternyata tidak mampu membayarnya, apakah ada jalan keluar atau ada cara lain untuk melunasi nazar itu?" demikian pertanyaan seorang pembaca Tribun Lampung (Tribunnews.com Network).
KH Munawir, Ketua Komisi Fatwa MUI Lampung menjelaskan bahwa yang dimaksud nazar adalah mewajibkan diri untuk melaksanakan suatu qurbah (ibadah) yang bukan farduain dengan sighat tertentu.
Misalnya, seseorang mengatakan saya bernazar akan puasa hari Senin dan Kamis.
Atau mengatakan, jika saya sembuh, saya akan puasa.
Maka, orang yang mengatakan tersebut wajib melaksanakan apa yang telah dinazari, tanpa ada pilihan mengerjakan kaffaroh yamin atau pengganti nazar.
Dan jika perkara yang dinazari tersebut tidak mampu untuk dilaksanakan, menurut Madzhab Syafi’iyah yang dijelaskan oleh Wabah az Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa adilatuhu juz 2 halaman 107, orang tersebut tidak wajib untuk melakukannya.