News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramadan 2017

Menyekutukan Allah Dosa Paling Besar, Bisakah Diampuni?

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi.

TRIBUNNEWS.COM - Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu. Kenapa Syirik masuk ke dalam salah satu dosa besar dan tidak diampuni?

Jawaban:

Tidak hanya salah satu dosa besar, bahkan syirik adalah doa yang paling besar yang pernah dijelaskan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Abdullah Ibn Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu bertanya tentang itu;

أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْ تَجْعَلَ للهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ

“Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab: Dosa membuat tandingan untuk Allah, padahal Dialah yang menciptakanmu." (HR: Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Alasan syirik masuk dosa paling besar dapat dipahami dari aspek etika pada contoh berikut ini. Seorang anak yang sejak kecil dibesarkan orangtuanya, diberikan nakfah meskipun dalam keadaan sulit, dididik menjadi orang yang baik, diberikan perhatian lebih dari perhatian mereka kepada orang lain hingga anak sudah besar sekalipun, sudah cukup menjadi alasan adanya hak orangtua untuk dipatuhi dan dihormati anak. Bahkan hanya sekedar payah dan letih yang telah dikerahkan orangtua sama sekali tidak akan mampu dibalas anak.

Naluri manusia normal akan mengatakan anak itu tidak bermoral dan durhaka jika tidak patuh dan tidak menaruh rasa hormat kepada orangtuanya meski kasih sayang mereka tidak akan luntur oleh sikap anak yang tidak bermoral tersebut. Barangkali sikap tidak bermoral yang terbayang bagi kita saat ini adalah dengan sebab kata-kata yang menyakiti, tidak peduli, hingga mengusir mereka, dan sebagainya -naudzubillah.

Akan tetapi ternyata hal lain yang dapat membuat orangtua terluka dan sedih adalah jika anak yang mereka besarkan justru menggantungkan harapan kepada orang lain yang sama sekali tidak ada hubungan dengannya padahal orangtua masih sanggup memenuhi harapan anak mereka, memberikan perhatian lebih kepada orang lain namun tidak peduli pada kedua orang tuanya, seakan pura-pura tidak mengetahui seperti mereka dianggap tidak ada.

Betapa besar kecemburuan orangtua kepada anaknya jika mereka tidak dijadikan tumpuan harapan oleh anak meski mereka mampu memberikan apa yang diharapkan anak, sebagaimana mereka akan lebih cemburu jika perhatian yang seharusnya menjadi hak mereka justru diberikan anaknya kepada orang lain. Namun apa dikata, orangtua tidak kuasa menghukum anaknya karena kasih sayang menyelimuti amarahnya. Tinggallah di sini satu dosa besar bagi anaknya karena telah durhaka kepada kedua orang tuanya.

Lebih dari hubungan orangtua dengan anak, hubungan Allah dengan makhluknya jauh lebih kuat dari hanya sekedar hubungan memberi nikmat yang tidak dapat dihitung oleh makhluk sebagai penerima nikmat tersebut, bahkan hubungan yang tidak ada di antara orang tua dengan anaknya, yaitu hubungan antara yang disembah dengan yang disembah atau hubungan ubudiyah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Mu‘az Ibn Jabal radhiyallahu ‘anhu;

هَلْ تَدْرِي مَا حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ؟ قَالَ: قُلْتُ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « فَإِنَّ حَقَّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

“Tahukah kamu hak Allah yang wajib dipenuhi hamba-Nya? Muaz menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah melanjutkan: Hak Allah yang harus dipenuhi hamba-Nya adalah disembah dan tidak boleh diperserikatkan dengan yang lain.” (HR: Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Barangkali yang menjadi kekhawatiran sebagian orang yang terjerumus kepada kesyirikan adalah tidak akan mendapatkan ampunan Allah subhanahu wa ta‘ala berdasarkan surat an-Nisa’ ayat 116 yang berbunyi;

إِنَّ اللهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, namun Dia mengampuni dosa lainnya bagi orang yang dikehendaki-Nya. Siapa saja memperserikatkannya berarti amat jauh kesesatannya.”

Namun dalam surat al-Furqan ayat 68-71 Allah berfirman;

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللهِ مَتَابًا (71)

“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat balasan dosanya. Akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.”

Di sini disebutkan salah satu dosa besar yaitu memperserikatkan Allah dalam penyembahan, namun berikutnya Allah memberikan jaminan ampunan bagi orang yang bertaubat dan melaksanakan amalan saleh agar dosa-dosa tersebut dapat digantikan oleh Allah dengan kabaikan.

Ayat pertama dapat dipahami menggunakan hadis berikut;

عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ مَا الْمُوجِبَتَانِ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ

Dari Jabir, ia berkata; Seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Apakah dua keniscayaan itu? Beliau manjawab; Orang yang meninggal tanpa memperserikatkan Allah niscaya dia masuk surga. Dan siapa yang meninggal dalam keadaan syirik kepada Allah niscaya dia masuk neraka."(HR: Imam Ahmad dan Imam Muslim)

Jika pemahaman hadis ini dipadukan dengan ayat di atas dapat dipahami bahwa orang yang meninggal dalam keadaan syirik, kufur, dan tidak bertaubat sebelum ia meninggal tidak akan Allah ampuni. Berbeda dengan dosa besar lainnya meski terbawa mati, jika Allah kehendaki akan diampuni sesuai dengan firmannya.

Namun tidak lantas seseorang yang sempat terjerumus kepada kesyirikan membuatnya putus asa seakan sudah pasti tidak akan diampuni oleh Allah subhanahu wa ta‘ala padahal Allah masih memberikannya kehidupan untuk digunakan untuk benar-benar bertaubat kepada-Nya dan memperbanyak amal kebaikan.

Bukankah kekufuran dan penyembahan tuhan yang lain adalah syirik yang paling besar, namun jika penganutnya bersyahadat dan meninggalkan kesyirikan maka Allah akan mengampuninya selama tidak kembali kepada kesyirikan dan mati dalam keadaan itu.

Imam Thabari di dalam tafsirnya menjelaskan sebab turun surat an-Nisa ayat 116 di atas pada kasus seseorang yang yang bernama Tha‘mah Ibn Ubairiq yang meninggal dalam keadaan munafik, syirik dan mengkhianati Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam;

إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ لِطَعْمَة إِذْ أَشْرَكَ وَمَاتَ عَلَى شِرْكِهِ بِاللهِ، وَلَا لِغَيْرِهِ مِنْ خَلْقِهِ بِشِرْكِهِمْ وَكُفْرِهِمْ بِه. "وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ"، أَيْ: وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ الشِّرْكِ بِاللهِ مِنَ الذُّنُوْبِ لِمَنْ يَشَاءُ. يَعْنِيْ بِذلِكَ جَلَّ ثَنَاؤُهُ: أَنَّ طَعْمَةَ لَوْلَا أَنَّهُ أَشْرَكَ بِاللهِ وَمَاتَ عَلَى شِرْكِهِ، لَكَانَ فِيْ مَشِيْئَةِ اللهِ عَلَى مَا سَلَفَ مِنْ خِيَانَتِهِ وَمَعْصِيَتِهِ، وَكَانَ إِلَى اللهِ أُمْرُهُ فِيْ عَذَابِهِ وَالْعَفْوِ عَنْهُ، وَكَذلِكَ حُكْمُ كُلِّ مَنِ اجْتَرَمَ جُرْمًا، فَإِلَى اللهِ أَمْرُهُ، إِلَّا أَنْ يَكُوْنَ جُرْمُهُ شِرْكًا بِاللهِ وُكُفْرًا، فَإِنَّهُ مِمَّنْ حَتْمٌ عَلَيْهِ أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ إِذَا مَاتَ عَلَى شِرْكِهِ، فَأَمَّا إِذَا مَاتَ عَلَى شِرْكِهِ، فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ

“Allah tidak akan mengampuni Tha‘mah karena dia mati dalam keadaan syirik kepad Allah, begitu juga Allah tidak akan mengampuni manusia lainnya yang mati dalam keadaan syirik dan kufur kepada Allah. Dan Allah akan mengampuni dosa lainnya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Maksudnya, Allah akan mengampuni dosa-dosa lainnya selain dosa syirik kepada Allah hanya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dari ayat itu dapat dipahami, sekiranya Tha‘mah tidak mempersekutukan Allah dan tidak meninggal dalam keadaan syirik, tentunya dia masih ada peluang masuk dalam kehendak Allah agar pengkhianatan dan maksiatnya yang lain diampuni, dan segala urusannya diserahkan kepada Allah apakah akan disiksa terlebih dahulu atau justeru diampuni. Begitu juga dengan siapapun yang melakukan dosa, maka urusannya diserahkan kepada Allah (antara diampuni atau disiksa), selama dosa tersebut bukan dosa syirik dan kekufuran, karena sudah pasti pelakunya termasuk penghuni neraka jahannam jika mati dalam keadaan syirik. Karena siapapun yang mati dalam keadaan syirik Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya adalah di neraka."

Dengan demikian, nasihat bagi kita semua agar memanfaatkan nikmat hidup ini untuk berjalan di jalan yang lurus, patuh kepada Allah, tidak melakukan kesyirikan, karena kita tidak mengetahui kapan ajal menjemput tanpa ada kesempatan bertaubat kepada Allah. Semoga kita dijauhkan dari dosa syirik, dan diampuni segala dosa lainnya dengan penuh harap dan optimis selagi Allah masih memberikan kesempatan hidup bagi kita.

Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman dalam surat az-Zumar ayat 53.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Sampaikanlah, wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas atas diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari menggapai kasih sayang Allah. Sesungguhnya Allah dapat mengampuni semua dosa, dan sesungguhnya Dia maha pengampun lagi maha penyayang.”
Wallahu A’lam

Rubrik ini diasuh oleh Ustaz Zul Ashfi, S.S.I, Lc 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini