TRIBUNNEWS.COM - Saat puasa seperti sekarang, pertanyaan bolehkah mencicipi masakan saat masih menjalankan ibadah wajib ini kerap dilontarkan.
Apakah mencicipi makanan saat berpusa Ramadan akan membatalkan puasa?
Karena mungkin bagi kebanyakn orang, sebelum masakan meluncur ke atas meja makan, rasa masakan itu harus dipastikan sip benar di dapur.
Baca: Ibadah Sahabat Nabi di Bulan Ramadan, Ada Ulama Berusia 130 Tahun Sanggup Baca 40 Ayat Satu Rakaat
Sebab masakan yang begitu banyak garam atau terlalu adem, dapat mengganggu selera makan.
Bagaimana kalau orang yang mencicipi masakan dalam keadaan berpuasa?
Wahid Ahmadi, Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Jawa Tengah menjelaskan, diingat mencicipi makanan di saat berpuasa harus memiliki tujuan, di antaranya untuk mencicipi makanan.
Karena jika dilakukan tanpa tujuan, bisa menjadi makruh bahkan berakibat fatal jika tertelan.
Baca: PUASA SEHAT, Tips Nutrisi Sehat Agar Puasa Lancar, Biasakan Makan dengan Porsi Sedang
Caranya seperti mencicipi pada umumnya, namun saat berpuasa mencicipi makanan tidak boleh ditelan dan melewati tenggorokan.
Setelah merasakan dengan indra perasa yakni lidah, maka ludahkan keluar masakan yang kita cicipi.
Dan perlu diingat, seusai mencicipi makanan harus segera dikeluarkan kembali dan tidak ditahan berlama-lama.
Orang yang melakukan juga diutamakan yang ahli urusan rasa sehingga tidak harus mengulang-ulang saat melakukannya.
Sementara itu tulisan Alhafiz K di NU Online dengan judul Mencicipi makanan saat berpuasa
menyebutkan Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam kitabnya, Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfatith Thullab menyebutkan demikian.
وذوق طعام خوف الوصول إلى حلقه أى تعاطيه لغلبة شهوته ومحل الكراهة إن لم تكن له حاجة ، أما الطباخ رجلا كان أو امرأة ومن له صغير يعلله فلا يكره في حقهما ذلك قاله الزيادي
“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orang tua yang berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh. Demikian Az-Zayadi menerangkan.”
(Tribun Wow/NU Online)