Simak penjelasan hukum merokok saat puasa, membatalkan puasa atau tidak?
TRIBUNNEWS.COM - Hukum merokok saat puasa masih menjadi tanda tanya bagi beberapa orang.
Menghimpun artikel dari NU Online, merokok pada intinya dapat membatalkan puasa.
Lalu mengapa dan apa alasan merokok membatalkan puasa?
Simak bacaan ini.
Baca: Bacaan Niat Puasa Ramadan hingga 4 Hukum Berpuasa dari Wajib, Sunnah, Makruh, dan Haram
Baca: Bolehkah Bermalas-malasan saat Puasa karena Lapar? Begini Penjelasan dalam Hadist
NU Online menuliskan sejumlah informasi terkait merokok membatalkan puasa.
1. Menurut bahasa fiqih, sesuatu yang masuk ke dalam lubang tubuh yang terbuka dan dapat membatalkan puasa ini disebut sebagai ‘ain.
Syekh Zakariya al-Anshari menyebutkan dalam Fathul Wahhab, ‘ain ini adalah benda apa pun, baik makanan, minuman, atau obat (Lihat Syekh Zakariya Al-Anshari, Fathul Wahhab ‘ala Syarhi Manhajut Thullab, Beirut, Darul Fikr, 1994, juz 1, halaman 140).
Selain soal definisi dan pelaksanaan merokok itu sendiri, diskusi lebih lanjut seputar hukum merokok saat puasa juga berasal dari pertanyaan: apakah asap yang diisap dari rokok itu termasuk ‘ain?
2. Ulama mazhab Syafii bernama Syekh Sulaiman al-‘Ujaili menyebutkan dalam kitabnya Hasyiyatul Jamal:
وَمِنْ الْعَيْنِ الدُّخَانُ لَكِنْ عَلَى تَفْصِيلٍ فَإِنْ كَانَ الَّذِي يَشْرَبُ الْآنَ مِنْ الدَّوَاةِ الْمَعْرُوفَةِ أَفْطَرَ وَإِنْ كَانَ غَيْرَهُ كَدُخَانِ الطَّبِيخِ لَمْ يُفْطِرْ هَذَا هُوَ الْمُعْتَمَدُ
Artinya: “Dan termasuk dari ‘ain (hal yang membatalkan puasa) adalah asap, tetapi mesti dipilah. Jika asap/uap itu adalah yang terkenal diisap sekarang ini (maksudnya tembakau) maka puasanya batal. Tapi jika asap/uap lain, seperti asap/uap masakan, maka tidak membatalkan puasa. Ini adalah pendapat yang mu’tamad (dirujuk ulama karena kuat argumentasinya).” (Lihat Sulaiman al-‘Ujaili, Hasyiyatul Jumal ‘ala Syarhil Minhaj, Beirut, Darul Fikr, juz 2 halaman 317)
Baca: Jadwal Buka Puasa Rabu, 8 Mei di DKI Jakarta dan Sekitarnya, Lengkap dengan Doa Buka Puasa
3. Tuhfatul Muhtaj dinyatakan, asap tembakau yang diisap itu membatalkan puasa.
Penulis kitab tersebut, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, menyebutkan bahwa rokok dianggap membatalkan puasa karena memiliki ‘sensasi’tertentu yang dapat dirasakan dari kandungan tembakaunya (Lihat Ibnu Hajar al Haitamin, Tuhfatul Muhtajfi Syarhil Minhaj, Mesir, al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1983 M, juz 3 halaman 400-401).
Sebagai penjelas, Ibnu Hajar menyertakan kisah seorang ulama yang menemui murid-muridnya sedan membawa pipa untuk menghirup tembakau saat puasa.
Syekh yang bernama Az-Ziyadi ini lantas memecahkan pipa itu di depan mereka, dan melihat ada ampas dari asap di dalamnya.
Sebelum mengecek hakikat ‘asap yang diisap dari rokok’, Syekh az-Ziyadi ini mulanya berpendapat, rokok itu boleh.
Namun setelah mengetahui lebih detil, ia pun menilai adanya bekas dari asap yang dihirup, dan menyimpulkan, hal tersebut adalah ‘ain yang membatalkan puasa.
Karena dinilai sebagai ‘ain, asap yang diisap dari rokok ini membatalkan karena diisap secara sengaja.
Berikut keterangan dalam Syekh Nawawi al-Banteni dalam kitab Nihayatuz Zain:
يفْطر صَائِم بوصول عين من تِلْكَ إِلَى مُطلق الْجوف من منفذ مَفْتُوح مَعَ الْعمد وَالِاخْتِيَار وَالْعلم بِالتَّحْرِيمِ ...وَمِنْهَا الدُّخان الْمَعْرُوف
Artinya: Sampainya ‘ain ke tenggorokan dari lubang yang terbuka secara sengaja dan mengetahui keharamannya itu membatalkan puasa...seperti mengisap asap (yang dikenal sebagai rokok). (Lihat Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayatuz Zain fi Irsyadul Mubtadiin, Beirut: Darul Fikr, juz 1, halaman 187)
4. Seorang ulama Nusantara bernama Syekh Ihsan Jampes menyusun kitab berjudul Irsyadul Ikhwan fi Bayanil Qahwah wad Dukhan (Kitab Kopi dan Rokok).
Selain menyodorkan berbagai perdebatan seputar hukum rokok, ia juga menyertakan masalah merokok saat puasa.
Ulama asal Kediri ini mengumpulkan pendapat para ulama tentang hukum merokok saat puasa, dan berkesimpulan bahwa hal tersebut memang membatalkan puasa.
Kendati semisal ‘ain dari asap yang diisap dari rokok ini sulit diidentifikasi secara fisik, tapi secara 'urf ia adalah ‘ain, seperti dicatat Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj.
Dapat juga dipahami mengapa orang yang terpapar asap rokok (secondhand smoker/perokok pasif), tidak membatalkan puasa.
Batalnya puasa hanya jatuh bagi sang perokok saja, toh yang melakukan syurbud dukhan adalah perokoknya.
Orang di sekitarnya hanya menghirup asap yang diembuskan perokok.
Saat ini, kita juga mengenal alat vape, atau shisha, yang kerap digunakan sebagai alternatif rokok.
Jika merujuk beberapa argumentasi di atas, maka keduanya juga membatalkan puasa.
Penggunaan di atas menggunakan cairan/gel yang diuapkan, serta tentu sengaja dihirup.
(Tribunnews.com/Chrysnha)