TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Si Fulan adalah seorang Muallaf. Dia mendapatkan hidayah dari Allah SWT dengan mengucapkan dua kalimat syahadat ketika usianya sudah memasuki 35 tahun.
Sebagai pemeluk baru agama Islam, Fulan tentunya harus melakukan banyak hal terutama untuk beradaptasi dengan syariat Islam.
Ada banyak hal-hal baru yang harus dilakukan Fulan mulai dari menjalankan ibadah shalat lima waktu yang diawali dengan bersuci dari hadas kecil dan besar yang ditandai dengan berwudu'.
Hal paling mendasar tentunya menjalankan syariat Islam yang mudah-mudah dulu sebelum naik ke tingkat selanjutnya.
Fulan juga mulai belajar huruf-huruf hijaiyyah agar bisa membaca serta memahami kitab suci ummat Islam, Al-Quran yang ditulis dalam bahasa Arab.
Nah, memasuki bulan Ramadan ini, Fulan berhadapan dengan syariat Islam yang lainnya yakni kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan menahan tidak minum dan makan dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari.
Pertanyaan ditanyakan oleh Dewi kepada Ustadz Fauzi Qosim tentang masalah si Fulan tersebut:
Pertanyaan: Bagaimana hukum membayar puasa bagi seorang Mualaf yang sebelumnya tidak pernah berpuasa Ramadhan?
Seorang muallaf yang telah bersyahadat, maka telah dibebankan kewajiban syariat baginya (mukallaf), satu diantaranya adalah berpuasa.
Namun, saat belum masuk Islam, apakah perlu qadha atau mengganti kewajiban yang belum dilakukan?, jumhur ulama sepakat, bahwa kewajiban syariat sebelum yang bersangkutan bersyahadat tidak perlu diqadha.
berdasarkan firman Allah Ta’ala:
قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu”. (QS. Al Anfal: 38)
Dan para Sahabat Rasulullah Saw tidak diperintahkan untuk mengqadha ibadah puasa, shalat dan zakat yang dulu mereka tinggalkan (di waktu kafir).