TRIBUNNEWS.COM, TEMANGGUNG - Ada pesan persatuan dan keberagaman saat Shinta Nuriyah Wahid, sahur bersama warga di Dusun Tempuran, Desa Losari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jumat (17/5/2019).
Istri mendiang Presiden keempat Republik Indonesia (RI), KH Abbdurrahman Wahid (Gus Dur), di hadapan warga yang mayoritas petani tembakau itu, berpesan untuk saling menjaga persatuan dan kesatuan berbangsa dalam ragam perbedaan yang ada.
"Ruang kebangsaan adalah ruang kebersamaan yang saling bersatu dalam ragam perbedaan," kata Shinta.
Karena itu, ia menuturkan, perbedaan harus dianggap sebagai berkah yang menjadikan satu sama lain sebagai saudara.
Bukan sebaliknya bermusuhan.
Menurutnya, perbedaan itu adalah keniscayaan.
Baca: Kisah Hijrah Felixia Yeap, Mantan Model Majalah Pria Dewasa, Mualaf Setelah Casting Produk Jilbab
"Bersatu dan bersaudara dalam perbedaan, bukan berbeda kemudian kita terpisah dan memisahkan diri," tutur perempuan asal Jombang, Jawa Timur, itu.
Ketua Panitia Pelaksana Kegiatan, Noer Ahsan, mengatakan kegiatan sahur bersama selain diisi oleh tausiyah dari Shinta Nuriyah juga diisi sejumlah kegiatan.
Satu di antara hiburan yang ada adalah saat seorang suster Katholik dari Susteran Penyelenggara Ilahi, menanyikan lagu berjudul 'Alhamdulillah'.
Baca: Jangan Tergoda Gemerlapnya Diskon Mall, Yuk Berdoa, 10 Hari Kedua Ramadan Mustajab Mohon Ampunan
Juga sekelompok ibu-ibu paduan suara Queen Marry yang mendendangkan sejumlah lagu shalawat dengan apiknya.
"Kami sangat berharap kehadiran ibu (Shinta) di lereng Gunung Sumbing ini mampu memberikan berkah dan manfaat bagi para warga.
Serta, mengukuhkan semangat kebangsaan kita," kata Sekretaris Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Temanggung ini.
Baca: Sinta Nuriyah Sampaikan Pesan Toleransi Saat Sahur Bersama
Bijak Sikapi Haluan Politik
Tak terkecuali, sambung dia, perbedaan itu ada dalam pilihan berpolitik.
Menurut dia, perbedaan haluan politik bukan alasan untuk saling bertikai, memisahkan diri dan bercerai berai.
"Tak samanya haluan politik harus disikapi secara arif dan bijaksana, kita harus saling menghargai dan menghormati perbedaan itu.
Kita satu bangsa yang berbeda-beda tetapi tetap satu, Bhineka Tunggal Ika," tegasnya.
Batas perbedaan, sambungnya, harus dimaknai sebagai ruang perjumpaan untuk mempererat persaudaraan.
Tidak boleh perbedaan dianggap sebagai benteng pemisah antara satu dengan yang lainnya.
Terlebih, saat ini dalam suasana bulan suci Ramadan, di mana kita harus bisa saling menahan diri.
Serta tahan terhadap godaan dan saling menghormati satu sama lain.
Saling menghormati, tuturnya, berarti juga berarti menghormati perbedaan antar umat beragama serta antar pilihan politik.
"Jangan sampai puasa kita hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja karena kita tidak memahami dengan baik makna puasa," paparnya.
(Tribun Jateng/yayan isro roziki)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Di Hadapan Shinta Nuriyah Wahid, Suster Katholik Ini Nyanyikan Lagu Berjudul Alhamdulillah,