TRIBUNNEWS.COM - Mendekati masa-masa lebaran Idul Fitri ummat Islam tidak hanya disibukkan dengan rutinitas tahunan mudik ke kampung halaman.
Biasanya mayoritas ummat Islam mulai menghitung harta yang mereka miliki untuk menunaikan satu kewajiban yang diharuskan sebagai pemeluk agama Islam yakni membayar zakat.
Zakat ada banyak macamnya, yang paling wajib dibayar sebelum salat Idul Fitri adalah zakat fitri. Namun ada zakat lain yang wajib dibayar yakni zakat penghasilan yang coraknya macam-macam.
Salah satu yang jarang diketahui adalah zakat emas atau perhiasan yang kita miliki.
Adalah Tasya (30 tahun) mengajukan pertanyaan kepada Ustadz Fauzi Qosim lewat sebuah program konsultasi syariah kerjasama antara Tribunnews.com dengan dompet dhuafa.
Berikut pertanyaannya: Bagaimana cara menghitung Zakat Mal untuk emas? Dan apakah emas yang kita pergunakan sehari hari (perhiasan) itu juga dihitung zakat mal?
Jawabannya:
Nishab emas sama dengan hata simpanan atau investasi lainnya, yakni 85 emas atau senilai dengannya.
Apabila seseorang memiliki emas simpanan dan uang tabungan, maka keduanya dihitung menjadi satu dalam pencapaian nishab.
Sebab, emas dan uang memiliki ‘illat dan kedudukan yang sama dalam syariat. Para ulama menerangkan bahwa keduanya sama-sama berperan sebagai standar harga atau tsamaniah.
Cara Menghitung
Dengan begitu, caranya menghitungnya:
uang cash + tabungan + investasi (bila ada) + emas (baik berupa logam mulia atau perhiasan simpanan) x 2,5 persen = nilai wajib zakat yang harus dikeluarkan.
Sementara untuk emas perhiasan (yang kepemilikannya untuk dipakai, bukan investasi atau simpanan) para ulama berbeda pendapat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa emas yang kepemilikannya untuk dipakai tidak termasuk harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Pendapat pertama ini adalah pendapat ulama syafi’iah dan sebagian ulama madzhab hambali.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa emas perhiasan wajib dikeluarkan zakatnya sebagaimana emas simpanan.
Pendapat kedua ini adalah pendapat ulama hanafiah dan sebagian kalangan hanabilah.
Sedangkan pendapat yang ketiga, wajib dikeluarkan zakatnya. Namun, zakatnya hanya sekali saja.
Pendapat yang ketiga ini adalah pendapat sebagian kalangan ulama mazhab maliki.
Menurut hemat kami pendapat yang ketiga ini pendapat yang cukup kuat dan memberikan maslahat bagi muzakki maupun penerima zakat atau mustahik. Wallahu a’lam.