TRIBUNNEWS.COM - Mendekati masa-masa lebaran Idul Fitri ummat Islam tidak hanya disibukkan dengan rutinitas tahunan mudik ke kampung halaman.
Biasanya mayoritas ummat Islam mulai menghitung harta yang mereka miliki untuk menunaikan satu kewajiban yang diharuskan sebagai pemeluk agama Islam yakni membayar zakat.
Zakat ada banyak macamnya, yang paling wajib dibayar sebelum salat Idul Fitri adalah zakat fitri. Namun ada zakat lain yang wajib dibayar yakni zakat penghasilan yang coraknya macam-macam.
Adalah Rifqah (24 tahun) mengajukan pertanyaan kepada Ustadz Fauzi Qosim lewat sebuah program konsultasi syariah kerjasama antara Tribunnews.com dengan dompet dhuafa.
Berikut pertanyaannya: Bagaimana hukumnya membayar zakat penghasilan? Apabila sering terlupa, apakah boleh digabung di bulan selanjutnya?
Lalu, apabila kita membayar zakat melalui penyalur Zakat Fitrah, namun ternyata mereka tidak benar benar menyalurkannya kepada yang berhak menerima, apakah kita sebagai pembayar zakat ikut berdosa?
Jawab:
Penghasilan profesional oleh mayoritas ulama dikategorikan sebagai jenis harta wajib zakat berdasarkan analogi (qiyas) atas kemiripan (syabbah) terhadap karakteristik harta zakat yang telah ada, yakni:
1. Model memperoleh harta penghasilan dari profesi mirip dengan panen dari hasil pertanian, sehingga harta ini dapat dianalogikan pada zakat pertanian berdasarkan nisabsebesar 653 kg gabah kering giling (setara dengan 522 kg beras) dengan waktu pengeluaran zakat (haul)nya setiap kali menerima penghasilan (gaji).
2. Model harta yang diterima sebagai penghasilan berupa uang, sehingga jenis harta ini dapat dianalogikan pada zakat harta (simpanan atau kekayaan) berdasarkan kadar zakat yang harus dibayarkan sebesar 2,5%.
Dengan demikian, apabila pengasilan seseorang telah memenuhi ketentuan ambang batas (nisab) wajib zakat, ia berkewajiban menunaikan zakat atas penghasilannya (Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2003).
Kalau tahun sebelumnya belum menunaikan, maka bisa digabung dengan zakat maal tahun berikutnya atau bulan selanjutnya, apabila dibayarkan dengan ta’jil (cicil setiap bulannya).
Sedangkan adanya penyimpangan dalam pentasharrufan atau pendistribusian oleh lembaga atau anitia zakat maka itu tidak menjadi tanggung jawab ibu, namun pengelola.
Dengan demikian selanjutnya ibu dapat mengamanahkan ke lembaga yang lebih dipercaya. Wallahu a’lam.