TRIBUNNEWS.COM - Orang sering bertanya tentang apa itu ruh yang dimaksud dalam surat Al-Qadr? Ada banyak pendapat dan tafsir tentang ruh. Mari sekarang kita simak apa pendapat Ibnu Arabi tentang ruh yang dimaksud.
Pertama, Ibnu Arabi mengaitkan makna Ruh dalam surat Al-Qadr dengan Ruh yang disebut dalam Surat Al-Isra: 85 – qulir Ruuhu min amri Rabbiy.
Tapi bukan dalam makna bahwa kita tak bisa tahu tentang Ruh itu. Kata amr di situ bukan bermakna “urusan” sepert yang umum dipahami, melainkan “arahan”.
Yakni, bahwa Ruh itu diarahkan Allah dengan sunatullaah yang mengatur alam amr (alam ruhani) itu. Sebagaimana ada juga sunnatullah yang mengatur alam khalq(alam thabii/syahadah).
Nah, menurut Ibnu Arabi lebih jauh, Ruh itu disebut dengan Ruhul amri – sebagai berbeda dengan ruh mudhaf, yang ditiupkan Allah ke dalam diri manusia.
Ruh ini, di bagian lain Futuuhat disebut sebagai Imam para malaikat yang dikirim Allah bersama Ruh itu.
Selanjutnya, ayat 85 Al-Isra itu – lagi-lagi menurut Ibnu Arabi – tidak menyatakan bahwa kita tak bisa tahu tetang Ruh itu.
Bahwa di ayat itu disebutkan “yasaluunaka anir-Ruh“, bukan “yas aluunaka minar-Ruh“, bermakna bahwa yang ditanyakan itu bukan tetang Ruh itu sendiri, melainkan sesuatu yang berasal dari Ruh itu.
Nah, seperti terungkap dalam Surat Al-Ghafir ayat 15 (dan beberapa ayat lain), Ruh itu adalah pembawa ilmul ghayb (wahyu/ilham) – bukan ilmul muktasab – yang mencakup ilham, bisyarah, dan indzar.
“(Dialah) Yang Mahatinggi derajat-Nya, yang memiliki Arsy, yang menurunkan Ruh dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, agar memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan itu.”
Jadi, yang “tidak Aku berikan kepadamu kecuali sedikit” itu bukanlah ilmu tetang Ruh itu, melainkan ilmu yang dibawa oleh Ruh yang dikirim Allah itu.
Akhirnya, ilmu apa yang dibawa oleh Ruh dan para malaikat, itu? Ilmu yang dimaksud adalah Furqan, yakni Alquran yang sudah dalam tafshil (perincian).
Bukan Alquran yang masih dalam kesatuan sintetik ruhaninya di Lawh Mahfuzh. Dan bukan juga ayat-ayat dalam bahasa/lisan manusia, yang pertama kali diturunkan ke sama ad-dunya dalam bentuk lima ayat pertama surat Al-Alaq di Gua Hira itu. Melainkan masih di langit atas. Dan menurut Ibnu Arabi, khusus laylatul qadar ini terjadinya di malam nishf syaban.
Memang, menurut Ibnu Arabi, laylatul qadr bisa terjadi di bulan mana pun sepanjang tahun. Setiap tahun di waktu dan hemisphere (belahan bumi) tertentu. Yakni belahan yang pada waktu terjadinya laylatul qadar berada di waktu malam.
Berkenaan dengan waktu malam ini, Ibnu Arabi menunjuk malam sebagai waktu paling intim bagi pertemuan dua kekasih. Dalam hal ini, Nabi Saw dan Allah SWT.
Kemungkinan terjadinya laylatul qadar di bulan manapun ini, juga bermakna bahwa manusia harus benar-benar menjadi orang baik sepanjang tahun agar dia berpeluang bertemu dengan laylatul qadar.
Bukan hanya beribadah secara intens di bulan Ramadan, bahkan malam-malam tertentu dari bulan suci ini. Meski kita juga yakin bahwa bulan Ramadan memiliki berkahnya sendiri.
Artikel ini telah tayang di ganaislamika.com dengan judul: https://ganaislamika.com/siapa-ruh-yang-disebut-dalam-surat-al-qadr-pandangan-ibnu-arabi/