TRIBUNNEWS.COM - Setelah menjalankan puasa wajib selama 30 hari di bulan Ramadan, umat muslim dianjurkan melanjutkan puasa selama 6 hari di bulan Syawal.
Meski hukumnya sunnah, puasa selama 6 hari di bulan Syawal sangat dianjurkan.
Pahalanya menggiurkan lo.
Mengapa? Ini karena memiliki keutamaan setara setahun penuh.
Baca: Pertahankan Langsingnya Tubuh Saat Puasa, Trik Jitu Cegah Berat Badan Naik Lagi Ketika Lebaran
Hal itu disebutkan dalam hadits Abu Ayyub Al-Anshari r.a., Nabi Saw.,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).
Bagaimana bisa puasa Syawal dinilai setara dengan puasa selama setahun penuh?
Melansir laman muslim.or.id, kesetaraan puasa Syawal dengan puasa setahun penuh tercantum dalam hadits Tsauban berikut ini:
عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »
Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
“Barangsiapa berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Idul Fitri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun penuh.
Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Baca: Tradisi Balon Udara Saat Lebaran Marak, Rusak Rumah Warga di Ponorogo, Ini Tanggapan Menhub
Dalam hadits tersebut disebutkan setiap kebaikan akan dibalas minimal dengan sepuluh kebaikan yang semisal.
Ini menunjukkan, puasa Ramadhan sebulan penuh akan dibalas dengan 10 bulan kebaikan puasa.
Sementara puasa enam hari di bulan Syawal akan dibalas minimal dengan 60 hari (2 bulan) kebaikan puasa.
Baca: Kenangan Spesial Alvin Faiz di Hari Ulang Tahun Ustaz Arifin Ilham, Bahagia Menikah Muda
Jika dijumlah, seseorang sama saja melaksanakan puasa 10 bulan + 2 bulan sama dengan 12 bulan.
Itulah mengapa orang yang melakukan puasa Syawal bisa mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.
Hari ini, Sabtu (8/6/2019) kita memasuki hari keempat bulan Syawal 1440 Hijriah.
Tanggal 1 Syawal 1440 Hijriah yang merupakan Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 5 Juni 2019.
Bulan Syawal terdiri dari 29 hari, berarti kita masih memiliki waktu 25 hari untuk melakukan puasa Syawal.
Untuk menjalankan puasa Syawal, simak niat dan tata caranya berikut:
Tata Cara Melakukan Puasa Syawal
Tata cara puasa Syawal sama dengan tata cara puasa lainnya secara umum, di antaranya:
1. Melafalkan niat
Jangan lupa berpuasa Syawal didasari dengan niat telebih dahulu.
Berikut ini niat untuk puasa sunnah di bulan Syawal :
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
"Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawwal esok hari karena Allah SWT.”
Untuk puasa sunah, niat boleh dilakukan di siang hari sejauh yang bersangkutan belum makan, minum, dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak subuh.
Ia juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Syawal pada siang hari.
Berikut ini lafalnya :
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلهِ تَعَالَى
"Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawwal hari ini karena Allah SWT.”
2. Makan sahur
Disunnahkan makan sahur sebelum terbit fajar.
Namun, tidak makan sahur pun (misalnya terlambat bangun) tidak apa-apa jika kuat, dalam artian puasa tetap sah.
3. Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa
Saat berpuasa, hendaknya senantiasa untuk menahan diri dari makan, minum serta hal lain yang dapat membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga tenggelamnya matahari, atau waktu Maghrib.
4. Berbuka puasa
Disunnahkan menyegerakan berbuka puasa ketika matahari terbenam, yakni bersamaan dengan masuknya waktu Maghrib.
Silakan berbuka puasa melalui doa berikut:
Doa pertama:
Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah-ed.”
"Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki." (Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, nomor 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami’: 4/209, nomor 4678)
Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, “Abdullah bin Umar berkata, ‘Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan ….‘”
Yang dimaksud dengan إذا أفطر adalah setelah makan atau minum yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah “membatalkan” puasanya (berbuka puasa) pada waktunya (waktu berbuka).
Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka.
Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan “bismillah” sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan,
“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. (HR Abu Daud nomor 3767 dan At Tirmidzi nomor 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Doa kedua:
Adapun doa yang lain yang merupakan atsar dari perkataan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma adalah,
اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ
“Allahumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at kulla syain an taghfirolii-ed”
[Ya Allah, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku] (HR Ibnu Majah: 1/557, nomor 1753; dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar; lihat Syarah al-Adzkar: 4/342).
(Tribunnews.com/Fitriana Andriyani)