TRIBUNNEWS.COM - Berikut cara efektif melatih anak berpuasa dan hal-hal yang harus diperhatikan saat akan melatih anak berpuasa menurut pandangan psikolog.
Saat ini, umat muslim di Indonesia sudah memasuki hari kesebelas Ramadhan 1441 Hijriah.
Seringkali, bulan Ramadhan dijadikan oleh sejumlah orang tua untuk melatih anaknya berpuasa.
Hingga hari ini, masih adakah kesulitan yang ditemukan saat melatih anak berpuasa?
Psikolog sekaligus pendiri Lembaga Psikologi Anava, Maya Savitri, S. Psi., CHt., membagikan sejumlah tipsnya.
Sebelumnya, Maya menuturkan, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan oleh para orang tua sebelum melatih anaknya berpuasa.
Baca: 5 Resep Kreasi Puding yang Cocok untuk Menu Buka Puasa: Milo Bubble hingga Teh Hijau Blueberry
Baca: Rekomendasi Menu Sahur dan Buka Puasa Sehat dari Dokter, Penuhi Kebutuhan Konsumsi Buah dan Sayur
Hal-hal yang perlu diperhatikan tersebut di antaranya yaitu kondisi dari fisik dan psikis sang anak.
"Jadi yang perlu diperhatikan untuk melatih anak berpuasa sebenarnya adalah adalah kondisi dari fisik anak itu sendiri," kata Maya saat diwawancarai Tribunnews.com melalui sambungan Zoom, Senin (4/5/2020) pagi.
"Kondisi fisiknya sehat atau nggak, kemudian kondisi psikisnya ini orang tua harus melihat bahwa dia sudah siap belum untuk kita ajarkan," sambungnya.
Menurut Maya, masing-masing orang tua memiliki cara tersendiri mengenai kapan melatih anaknya berpuasa.
Namun, dari sisi psikologis, anak mulai siap untuk diajarkan berpuasa pada usia sekitar empat hingga lima tahun.
"Di usia empat tahun ke bawah, kita hanya mengenalkan apa sih arti puasa, gimana itu sahur," lanjutnya.
Sementara itu, dilansir Tribunnews.com dari laman resmi Muhammadiyah, Ketua Masjid Al Jihad Banjarmasin, Ustaz H. Riza Rahman, Lc, pernah menyampaikan, para ulama sepakat bahwa anak harus sudah benar-benar dikenalkan puasa pada usia tujuh tahun.
"Rasulullah sebenarnya sudah membuat standar pada usia tujuh tahun anak harus bisa salat dan usia tujuh tahun harusnya anak sudah dikenalkan ibadah puasa," ujarnya.
Ia menambahkan, mengenalkan puasa pada anak di usia kurang dari tujuh tahun akan lebih baik.
"Sampai pada usia 10 tahun, anak sebaiknya sudah bisa berpuasa selama sehari penuh," lanjutnya.
Lantas, bagaimana cara efektif untuk melatih anak berpuasa sejak dini?
Berikut cara efektif melatih anak berpuasa menurut psikolog:
1. Beri contoh pada anak untuk mengajarkannya mencintai agama
Menurut Maya, cara efektif yang paling utama untuk mengajarkan anak berpuasa yaitu mengajak anak untuk lebih mencintai agamanya.
Hal ini dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberi contoh ketaatan beribadah.
"Ini kan berawal dari orang tua dulu, contoh dari orang tua dulu, kebiasaan bagaimana dia melihat orang tua menjalankan salat lima waktu, bagaimana mengajak anak salat berjamaah, kemudian orang tua memberikan contoh berpuasa mungkin Senin-Kamis sebelumnya atau puasa sebelumnya di luar puasa Ramadhan," terang Maya.
"Itu kita ajarkan dulu sehingga yang kita harapkan anak cinta dulu sama Allah gitu, nah itu yang paling penting," tambahnya.
2. Berdiskusi dengan anak mengenai puasa
Selanjutnya, Maya memberikan tips melatih anak berpuasa dengan mengajak anak berdiskusi mengenai ibadah puasa itu sendiri.
Maya menyarankan para orang tua untuk lebih dulu bicara dari hati ke hati pada anaknya dengan cara yang menyenangkan.
"Yang kedua, tipsnya adalah mengajak bicara dari hati ke hati dengan cara bermain itu tadi, yang tidak serius-serius amat, karena usia dini itu anak akan lebih bisa menerima konsep bahasa dengan cara yang menyenangkan, salah satunya ya media bermain itu," jelas Maya.
3. Tidak memaksa
Saat melatih anak usia dini untuk berpuasa, Maya mengimbau orang tua untuk tidak melakukan paksaan.
"Tips yang ketiga adalah orang tua tidak memaksakan karena kita harus tahu kondisi bahwa memang tidak wajib anak usia dini itu harus puasa, tapi kita ajarkan dari awal, salah satunya dengan kita lihat kondisinya," tutur Maya.
Maya juga menyarankan orang tua melatih anak berpuasa dengan cara bertahap.
"Mungkin bertahap dulu, sahur dulu diajarkan, kemudian nanti kita lihat anak baru pertama kali berpuasa berarti dia boleh loh buka jam 10, kita gak boleh maksa 'pokoknya azan Zuhur kamu harus baru buka, setengah hari'," jelasnya.
4. Fleksibel dan menciptakan konsep yang menyenangkan
Menurut Maya, saat melatih anak berpuasa, orang tua harus fleksibel dengan melihat kondisi anak.
Ia membenarkan bahwa orang tua perlu menanamkan pada anak bahwa puasa adalah ibadah yang menyenangkan.
"Puasa yang menyenangkan itu ya konsep awalnya," kata Maya.
5. Menjadikan waktu berbuka sebagai momen kebersamaan dengan keluarga
Selanjutnya, Maya mengatakan, orang tua harus membuat momen berbuka puasa di rumah sebagai saat yang ditunggu-tunggu oleh anak.
"Hidangan tidak harus yang mewah tapi bagaimana kebersamaan, diusahakaan buka puasa harus berkumpul bareng," kata Maya.
Menurut Maya, momen stay at home saat ini membawa hikmah bagi keluarga untuk dapat menjalankan ibadah bersama di rumah.
"Kita bisa benar-benar all out mengajarkan anak berpuasa karena ketika buka puasa keluarga jadi kumpul bareng," ujar Maya.
"Bareng itu menyenangkan banget buat anak, yang mungkin jarang waktu dulu dilakukan karena mungkin ayah masih bekerja," tambahnya.
6. Berikan apresiasi secara langsung dengan sentuhan fisik
Maya menyebutkan, tidak ada salahnya untuk memberikan penghargaan atau reward pada anak yang sedang berlatih puasa.
Tidak harus berupa uang, menurut Maya, orang tua dapat memberikan apresiasi secara langsung dengan pelukan ataupun pujian terhadap sang anak.
"Jadi misalnya gini, ada mungkin beberapa orang tua yang berpendapat 'nanti kalau kamu puasa sekian, nanti kamu saya kasih uang loh,' tidak harus berupa seperti itu," kata Maya.
"Tapi mungkin dengan ketika berbuka puasa kita memeluk, kemudian mengatakan anak solehah, anak soleh, hebat loh udah puasa, itu sudah sesuatu yang luar biasa dengan memberikan sentuhan fisik pada anak-anak," sambungnya.
Maya kembali menekankan, memberi penghargaan berupa uang ataupun barang tidak ada salahnya.
Namun, setiap orang tua memiliki kewajiban untuk menerangkan pada anak-anaknya mengenai penghargaan yang ia berikan tersebut.
"Orang tua memberikan reward dengan ini itu tujuannya apa? Yang kita reward adalah prosesnya, bukan hasilnya," kata Maya.
"Prosesnya menahan lapar, menahan amarah, itu yang kita sampaikan ketika memberikan hadiah, memberikan amplop begitu, kita sampaikan kepada anak, 'kakak hebat karena sudah satu bulan selesai loh. ini mama berikan karena kamu sudah bisa satu bulan menahan begini, begini,' itu disampaikan di akhir," tambahnya.
Maya menyebutkan, apresiasi secara langsung adalah hal yang dibutuhkan anak-anak.
Menurutnya, hal tersebut akan membuat anak dengan sendirinya menanti-nanti untuk kembali berpuasa karena ia merasa hal itu menyenangkan.
7. Tidak perlu memberi hukuman
Sementara itu, untuk anak yang masih kecil dan sedang dalam tahap belajar berpuasa, tidak perlu diberi hukuman.
"Misalnya 'nggak boleh main loh, nanti uangnya mama potong loh,', nggak perlu karena bukan itu yang dibutuhkan," kata Maya.
"Karena akhirnya konsep yang ada di pikiran anak bahwa dia berpuasa itu bukan karena kecintaan dia kepada Allah tapi lebih kepada dia membutuhkan reward yang disampaikan orang tua," sambungnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)