TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Berada di pinggir ibu kota, masuk wilayah Bekasi Jawa Barat. Hingga sekarang di kenal sebagai kampung Betawi, memiliki dua gereja tua, berusia seabad lebih.
Gereja Katolik Santo Servatius, berdiri sekitar tahun 1896 dan Gereja Kristen Pasundan Jemaat Kampung Sawah berdiri sekitar 1874.
Baca: Menu Makanan Vegatarian Jadi Pilihan Keluarga Si Doel di Bulan Ramadan
Kerukunan di Kampung Sawah, Bekasi Jawa Barat, mengalir begitu saja dalam keseharian kehidupan para warganya. Tak ada istilah "setting" dalam keakraban yang terbangun antara warga Kampung Sawah yang berbeda-beda agama dan sukunya.
Bagian Barat Kampung Sawah dibatasi oleh Kali Sunter, yang merupakan perbatasan antara Bekasi dengan DKI Jakarta.
Baca: Perludem: Perppu Pilkada Belum Cakup Kebutuhan di Masa Pandemi Corona
Sementara bagian Utara dibatasi Pasar Kecapi, bagian Selatan dibatasi Kampung Raden, dan bagian Timur Kampung Sawah dibatasi Kali Cakung.
Praktik kehidupan yang dijalani warga Kampung Sawah mengedepankan persatuan, tali persaudaraan dan Kebhinekaan yang berbasis pada Pancasila. Tak ada umat beragama di Kampung Sawah merasa diri lebih baik dibanding lainnya.
Toleransi begitu kental menyelimuti kampung yang luasnya kurang lebih 15 kilometer persegi. Jacob Napiun (64), seorang tokoh masyarakat Kampung Sawah, mengungkap tak ada yang tahu bagaimana Kampung Sawah hingga kini terkenal akan toleransi antar warganya.
"Histori Kampung Sawah awalnya seperti apa, kakek saya pun mungkin tidak akan bisa jawab, kapan mulainya toleransi di Kampung Sawah," kata Jacob kepada Tribun saat ditemui.
Toleransi yang diwariskan turun-temurun. Jacob dan warga lainnya menjadi generasi pewaris dan penikmat toleransi yang sudah diciptakan generasi sebelumnya. "Kami punya kewajiban, menjaga, melestarikan apa yang kami alami sekarang ini," kata Jacob .
Kebiasaan gotong royong, menghargai, dan saling menghormati sudah menjadi budaya, bagian dari kehidupan warga Kampung Sawah.
Di Kampung Sawah, lokasi rumah ibadah besar saling berdekatan. Ada Gereja Katolik dan Masjid Agung di Kampung Sawah, yang jaraknya hanya dipisahkan jalan aspal.
Baca: Diduga Ada Peran Sang Ayah di Balik Buronnya YouTuber Prank Sampah Ferdian Paleka
Dengan beragam aktifitas dan kebisingannya masing-masing. Gereja memiliki lonceng, begitu juga masjid yang selalu melantunkan azan, panggilan untuk menunaikan salat lima waktu berjamaah.
Jacob mengaku tidak tahu bagaimana proses pembangunan dua rumah ibadah bisa saling berdekatan. Menurut cerita Jacob, umat Katolik yang ada di Kampung Sawah sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni sejak tahun 1896.
Baca: Mano del Desierto, Patung Tangan Raksasa di Gurun Atacama yang Jadi Simbol Kesedihan Manusia
"Kemudian dari GKP itu lebih tua lagi, tahun 1874. Sudah terbentuk ada di sana. Panjang bila saya ceritakan," ungkap Jacob.
"Kemudian Masjid Kampung Sawah ini baru dibangun dengan kelengkapan yang ada seperti sekarang ini pada tahun 1970an. Jadi sekitar 100 tahunan bedanya, antara pembangunan gereja dan masjid di sini," Jacob menjelaskan.
Lokasi rumah ibadah yang berdekatan ini membentuk sebuah segitiga yang berada di tengah-tengah Kampung Sawah. Warga setempat kerap menyebutnya segitiga emas Kampung Sawah. Di antara tiga rumah ibadah besar di Kampung Sawah, memiliki kekhususan masing-masing yang terus menjaga.
Baca: Nekat Mudik, 2.001 Pesepeda Motor Diminta Putar Balik Lagi ke Arah Jakarta
"Toleran itu berarti merepresentasikan banyak hal. Kebhinekaan, kemudian gotong royong juga kental dan sebagainya," jelas Jacob singkat.
Jacob bercerita, di tiga rumah ibadah ini pada hari Minggu punya kegiatan yang hampir sama waktunya. "Di Gereja Katolik setengah sembilan, di GKP jam sembilan, di Masjid ada pengajian bulanan rutin, itu juga jam sembilan pagi," kata Jacob.
Aktifitas bersamaan antara tiga rumah ibadah tidak sampai menggangu satu dengan yang lain. Sebelum ada Covid-19, di bulan Ramadan di Kampung Sawah biasanya diadakan buka puasa bersama baik itu oleh komunitas, lembaga, ataupun oleh kelompok-kelompok.
Misalnya teman-teman yang Katolik mengundang teman-teman muslim untuk menyiapkan keperluan buka puasa bersama, begitu juga sebaliknya.
Baca: Ruben Sanadi Lelang Jersey Persebaya Buat Bantu Tim Medis Lawan Covid-19 di Papua Barat
"Hal seperti ini sering terjadi," kata Jacob singkat. Kampung Sawah terkenal akan nilai toleransinya yang tinggi, umat muslim yang berpuasa, kata Jacob tidak perlu menuntut untuk dihargai.
Memberikan penghormatan kepada teman-teman yang berpuasa, kata Jacob, di Kampung Sawah ungkapan seperti itu hampir tidak berlaku.
"Teman-teman yang muslim tidak ada istilah meminta , tolong hargai kami, kami sedang puasa. Tidak seperti itu, semuanya berjalan mengalir. Kami memang harus berpuasa kendati Anda makan di depan mata saya,"Jacob bercerita.
Menjalankan ibadah puasa seperti di bulan Ramadan sebelumnya. Yang beragama Islam di Kampung Sawah tidak merasa perlu diperlakukan istimewa saat berpuasa.
Baca: Presiden Joko Widodo Meminta Masyarakat Berdamai dengan Virus Corona, Apa Maksudnya?
"Bahwa teman-teman muslim di sini tidak perlu mengatakan minta dihargai. Dari tahun ke tahun, waktu ke waktu kami sudah saling menghargai," Jacob menambahkan.