TRIBUNNEWS.COM - Ibadah puasa Ramadhan hukumnya wajib dijalankan semua umat muslim di seluruh dunia.
Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa" (QS. Al Baqarah: 183)
Saat perpuasa, umat muslim wajib menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa.
Apa saja hal-hal yang bisa membatalkan puasa?
Berikut penjelasannya dari Ustaz Dhanu di acara Siraman Qolbu MNCTV.
1. Makan dan minum yang disengaja
Makan dan minum yang disengaja akan membatalkan puasa.
Sementara makan dan minum yang tidak disengaja, misalnya karena lupa, maka tidak membatalkan puasa.
Ustaz Dhanu bahkan menyebut makan atau minum saat puasa karena lupa sebagai "bonus."
2. Berhubungan suami istri di siang hari
Berhubungan suami istri di siang hari akan membatalkan puasa.
Tak hanya membuat puasa batal, tapi diwajibkan pula membayar kifarat.
Sebagian ulama mengungkapkan kifarat dibayar dengan puasa dua bulan.
3. Datang bulan atau haid
Perempuan yang haid di bulan Ramadahan harus menghentikan puasanya.
Keluarnya darah haid membatalkan puasa.
Perempuan tidak boleh menganggap puasa akan "nanggung" jika haid datang di siang atau sore hari.
Namun, perempuan yang puasanya batal karena haid harus menggantinya di lain hari.
4. Suntikan yang bukan hanya mengandung obat, tapi mengandung makanan yang bisa menambah energi
Menyuntikkan diri dengan obat atau cairan mengandung makanan tidak diperbolehkan selama puasa.
5. Muntah disengaja
Muntah yang disengaja, contohnya dengan cara memasukkan jari ke dalam tenggorokan, akan membatalkan puasa.
Sementara muntah yang tidak disengaja, tidak membatalkan puasa karena dianggap sakit.
Selain hal-hal di atas, ada pula golongan orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa di bulan Ramadhan.
Siapa saja?
Dikutip oleh Tribunnews dari buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah yang diterbitkan oleh Pustaka Muslim, berikut orang-orang yang diperbolehkan untuk tidak puasa:
1. Orang yang sakit
Orang yang sedang dalam kondisi sakit mendapat keringanan untuk tidak berpuasa.
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
Orang sakit yang boleh tidak puasa adalah jika puasanya dapat merugikan kesehatannya.
Atau dengan kata lain, akan mendapat mudharat jika ia berpuasa.
2. Musafir
Musafir adalah orang yang sedang melakukan perjalan jauh.
Seorang musafir boleh tidak berpuasa, seperti yang sudah disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada harihari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
Dari Abu Sa’id Al Khudri dan Jabir bin ‘Abdillah mengatakan bahwa musafir memiliki pilihan untuk berpuasa maupun tidak.
“Kami pernah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ada yang tetap berpuasa dan ada yang tidak berpuasa. Namun mereka tidak saling mencela satu dan lainnya.”
Musafir bisa puasa dan tidak bisa dilihat dalam tiga kondisi:
- Jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa.
- Jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa.
Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban dan lebih mudah berpuasa dengan orang banyak daripada sendirian.
- Jika tetap berpuasa malah membinasakan diri sendiri, maka wajib tidak puasa.
3. Orang yang sudah tua renta (sepuh)
Orang yang sudah tua diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
Selain berlaku bagi orang tua (sepuh), juga berlaku untuk orang yang sakit yang tidak bisa sembuh sakit lagi dari sakitnya.
Mereka bisa mengganti puasanya dengan fidyah.
Seperti dalam firman Allah SWT berikut ini:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184).
4. Wanita hamil dan menyusui
Wanita yang sedang hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramdhan.
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari wanita hamil dan menyusui.”
Asy Syairozi, seorang ulama Syafi’i- berkata, “Jika wanita hamil dan menyusui khawatir pada diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan punya kewajiban qadha’ tanpa ada kafarah."
"Keadaan mereka seperti orang sakit. Jika keduanya khawatir pada anaknya, maka keduanya tetap menunaikan qadha’, namun dalam hal kafarah ada tiga pendapat.”
Selain itu, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin juga berkata, “Lebih tepat wanita hamil dan menyusui dimisalkan seperti orang sakit dan musafir yang punya kewajiban qadha’ saja (tanpa fidyah).
Oleh karena itu, wanita yang sedang hamil dan menyusui harus mengganti puasanya di hari lain, seperti dalam ayat berikut:
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Yurika Nendri)