TRIBUNNEWS.COM - Puasa Ramadan telah berakhir dan kini sudah memasuki bulan Syawal. Biasanya pada bulan ini juga disunahkan berpuasa selama 6 hari.
Bagaimana jika masih punya utang puasa, tapi igin berpuasa Syawal?
Berikut ini adalah aturan membayar utang puasa Ramadhan.
Bulan Ramadhan baru saja selesai yang ditandai mulainya bulan Syawal.
Setelah hari raya Idul Fitri, umat Islam bisa kembali berpuasa, yakni puasa sunah 6 hari di bulan Syawal.
Nah, bagaimana umat Islam yang memiliki utang puasa, seperti wanita haid ketika Ramadhan, orang sakit, hingga musafir.
Dengan syarat tertentu, umat Islam memang boleh tidak berpuasa Ramadhan dan menggantinya di lain waktu.
Lebih dulu mana dengan puasa Syawal?
Dikutip Tribunnews.com dari buku Panduan Ramadhan terbitan Pustaka Muslim tahun 2014, qadha artinya mengerjakan suatu ibadah yang memiliki batasan waktu di luar waktunya.
Jika memiliki utang puasa Ramadhan, maka bisa dibayarkan di luar bulan Ramadhan.
Namun ada pendapat yang menyebut qadha Ramadhan boleh ditunda.
Yakni boleh dibayarkan di luar bulan Syawal, sehingga bisa melaksanakan puasa Syawal terlebih dahulu.
Utang puasa Ramadhan bisa dibayarkan bulan Dzulhijah hingga Syaban, asalkan sebelum masuk Ramadhan tahun depan.
Pendukung pendapat ini adalah 'Aisyah, di mana ia pernah menunda qadha puasa hingga Syaban.
Meski demikian, tetap saja utang puasa Ramadhan harus segera dilaksanakan, seperti dalam firman Allah SWT:
“Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (QS. Al Mu’minun: 61)
Tak bisa bayar utang puasa Ramadhan hingga Ramadhan tahun depan
Karena satu dan lain hal, ada kemungkinan umat Muslim tak sanggup membayar utang puasa Ramadhan hingga masuk Ramadhan berikutnya.
Ada pendapat mengenai situasi tersebut, yakni membayar dengan puasa dan memberi makan untuk orang miskin serta hanya perlu membayar puasa.
Syaikh Ibnu Baz menjelaskan orang yang menunda bayar utang puasa Ramadhan hingga Ramadhan tahun depan tanpa sebab, maka ia harus memberi makan orang miskin.
"Orang yang menunda qadha puasa sampai Ramadhan berikutnya tanpa uzur wajib bertaubat kepada Allah dan dia wajib memberi makan kepada orang miskin bagi setiap hari yang ditinggalkan disertai dengan qadha puasanya."
Beda halnya jika seorang Muslim tak sanggup segera membayar utang puasa Ramadhan karena ada sebab seperti sakit, hamil, atau menyusui.
Bagi orang-orang yang memiliki uzur seperti contoh di atas, maka hanya perlu membayar utang puasa saja.
Meski demikian, Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menyebut hukum memberi makan orang miskin itu sifatnya sunah atau tidak wajib.
Hal ini lantaran bersumber dari perkataan sahabat Nabi serta tidak ada dalilnya.
Tidak berturut-turut
Membayar utang puasa Ramadhan tidak harus dilakukan secara berturut-turut.
Misalkan memiliki utang 7 hari, maka tidak harus dibayar puasa seminggu penuh.
Seperti dalam firman Allah SWT:
“Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185).
Dari ayat di atas, Ibnu 'Abbas RA menyebut tidak apa-apa jika membayar utang puasa Ramadhan tidak berurutan.
(Tribunnews.com/ Ifa Nabila)