News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Apa Itu Hilal? Simak Pengertian dan Alasan Mengapa Perlu Melihat Hilal

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Citra Agusta Putri Anastasia
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Simak pengertian hilal dan alasan mengapa kita perlu melihat hilal.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini penjelasan mengenai hilal dan alasan mengapa perlu melihat hilal.

Setiap menjelang awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, umat Islam selalu melontarkan pertanyaan mendasar berkaitan dengan penentuan awal bulan.

Biasanya berupa pertanyaan apakah hilal sudah tampak, apakah hilal sudah bisa dilihat, dan lain sebagainya.

Lantas, apa itu hilal?

Dikutip dari jurnal Memahami Makna Hilal Menurut Tasir Al-Qur'an dan Sains oleh Qomarus Zaman, hilal muncul sebagai penentu perbedaan waktu dan ketetapan alat waktu guna menentukan kapan terjadinya waktu beribadah kepada Allah.

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Ramadhan dan 6 Hal yang Dapat Membatalkan Puasa

Baca juga: Niat Puasa Senin Kamis dan Doa Berbuka Puasa, Dilengkapi Manfaat, Tulisan Arab, hingga Latinnya

Sedangkan hilal itu sendiri menurut Imam Syaukani memiliki makna yaitu sebuah nama bulan yang muncul di setiap awal bulan dan akhir bulan.

Menurut Imam Ashmu’i, hilal merupakan bulan sabit yang berbentuk mulai tipis sampai menjadi bulan yang sempurna alias purnama.

Selain itu, hilal juga disebut mulai dari bulan sabit sampai bulan tersebut bisa menerangi alam langit dengan cahayanya sendiri secara total.

Dalam sebuah periwayatan diceritakan, bahwasannya Mu’adz bin Jabal dan Tsa’labah bin Ghanimah kedua-duanya berkata kepada Rasulullah:

“Ya Rasulullah, kami mengiyakan bahwasannya hilal itu sesungguhnya dimulai dari bulan yang sangat tipis sekali seperti benang dan muncul hanya beberapa menit saja."

"Kemudian dia akan sedikit demi sedikit membesar memenuhi sampai menjadi sama besarnya dengan bagian yang lainnya dan menjadi bulat keseluruhannya (Bulan purnama), kemudian akan kembali lagi seperti sediakala mengecil dan tipis seperti benang. Pergerakan pergantian bulan tidak akan terjadi hanya dengan satu kali keadaan.”

Petugas Kantor Wilayah (Kanwil) Agama Provinsi DKI Jakarta, tengah memantau hilal awal Ramadhan 1441 H di Kanwil Agama DKI Jakarta, Cawang, Jakarta Pusat, Kamis (23/4/2020). Kanwil Agama Prov DKI Jakarta memutuskan awal Ramadhan 1441 H, jatuh pada hari Jumat (24/4/2020), sesuai data hisab Rukyatul Hilal melalu teropong data Matahari dan Bulan (berdasarkan Hisab Emppherimis). (WARTA KOTA/ANGGA BHAGYA NUGRAHA)

Dari banyak makna hilal menurut para mufasir dan fuqaha tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hilal adalah penampakan bulan muda (bulan sabit) setelah terjadi ijtimak yang terlihat pada awal bulan pada malam kesatu kedua dan ketiga yang diteriakan oleh orang yang melihatnya atau diberitahukan kepada orang yang tidak melihatnya sebagai pertanda awal bulan dimulai dalam sistem kalender.

Sementara itu, hilal menurut sains adalah tanda petunjuk atau penanda waktu dan merupakan satu kesatuan sistem waktu yang terdiri dari hari, bulan dan tahun.

Sistem seperti ini menjadi bentuk kalender (almanak, taqwim) yang dipergunakan secara mudah untuk kepentingan umat manusia dalam pelaksanaan ibadah puasa, haji, waktu shalat, penentuan masa iddah dan perjanjian mualamah lainnya.

Dalam pandangan astronomi modern seperti Danjon, hilal baru akan terlihat jika posisi bulan dalam jarak minimal 8 derajat disamping matahari (The moon’s crescent cauld rot be seen closer to the sun for elongation less that).

Pendapat ini pernah dikukuhkan oleh Muammer Dizer dalam Konferensi Islam Internasional di Istambul Turki tahun 1978.

Menurut penelitiannya yang telah diterima oleh para ahli astronomi internasional, bulan terlihat dengan posisinya dari jarak matahari (sudut azimutnya) 8 derajat dan posisi ketinggian diatas ufuk 5 derajat.

Dia menyatakan, sangat mustahil jika ada sebagian pendapat yang menyatakan posisi ketinggian bulan di bawah 5 derajat diatas ufuk bisa terlihat dengan mata.

Sedangkan MABIMS termasuk Indonesia membuat kriteria imkan al-rukyat, menyatakan bahwa ukuran posisi hilal dapat terlihat pada ketinggian 20 derajat.

Jarak elongasi sudut azimutnya 3 derajat dan jarak saat ijtimak dan waktu terbenam matahari 8 jam.

Kriteria MABIMS ini lebih rendah dari pada kriteria Istambul.

Kriteria yang terakhir ini digunakan Malaysia Singapura dan Brunei, sedangkan lndonesia masih belum ada perbedaan dan belum ada kesepakatan tentang kriteria tersebut.

Secara astronomi penampakan hiIaI baru akan kelihatan setelah satu hari atau dua hari dari garis mu’ayanah.

Dalam penentuan hilal awal bulan banyak ter jadi perbedaan pandangan dan pendapat.

Menurut pandangan penulis bahwa perpaduan metode perhitungan secara hisab-matematik-astronomi dan ru’yat al-hilal tetap harus dilakukan untuk menguji ke sahihan, kepastian dan menambah keyakinan bahwa antara metode hisab dan ru’yat tidak saling bertentangan, satu sama lain saling melengkapi, karena hisab yang akurat sepanjang dilakukan dengan kehati-hatian.

Mengapa perlu melihat hilal?

Puasa merupakan ibadah yang terbatasi dengan waktu.

Puasa tidak dapat dilaksanakan jika tidak berada pada waktu bulan Ramadhan dan dia sebenarnya salah satu bentuk perantara agar dapat bertemu dengan bulan haji bulan yang diharamkan Allah untuk membunuh ataupun berperang.

Baca juga: Cara Membayar atau Mengqadha Puasa Ramadan

Baca juga: Bacaan Niat Puasa Qadha karena Berhalangan saat Bulan Ramadan, Lengkap Terjemahan dan Tulisan Latin

Sehingga, dalam penetapan awal bulan, para ulama saling beda pandangan dan pendapat Rasyid Ridha mengatakan bahwasanya dalam penentuan sebuah waktu, maka seorang yang alim (Ulama’) lebih mudahnya secara hisab.

Dikutip dari Kompas.com, astronom amatir, Marufin Sudibyo menyebutkan bahwa hilal dinyatakan secara tekstual dalam sabda Nabi SAW:

“Berpuasalah (dan berhari raya) karena melihat hilal. Jika tidak terlihat maka genapkanlah.”

Dengan landasan itu, maka rukyatul hilal (observasi hilal) dipahami sebagai ibadah.

Selain menentukan awal bulan kalender Hijriyyah, hilal juga menentukan awal dua hari raya.

“Meski di sini ada sedikit perbedaan. Lembaga seperti Nahdatul Ulama berpedoman seluruh awal bulan kalender Hijriyyah harus ditentukan oleh terlihat atau tidaknya hilal, maka rukyatul hilal (observasi hilal) digelar setiap awal bulan,” papar Marufin.

Sementara itu, lembaga yang lain berpedoman rukyatul hilal cukup dilakukan hanya pada awal Ramadhan dan dua hari raya.

Sementara di bulan-bulan kalender Hijriyyah lainnya, ditetapkan berdasarkan hisab (perhitungan numerik-astronomik) yang bersandar pada sebuah kriteria yang memuat parameter-parameter minimal posisi Bulan.

“Sementara lembaga seperti Muhammadiyah berpedoman, seluruh awal bulan kalender Hijriyyah ditetapkan dengan cara hisab berdasarkan kriteria tertentu saja,” tambahnya.

(Tribunnews.com/Yurika)(Kompas.com/Sri Anindiati Nursastri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini