News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramadan 2021

Ustaz, Bagaimana Orang Sakit yang Tak Bisa Berpuasa, Bisakah Dapat Pahala Bulan Suci Ramadan? 

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ustaz M. Farid Firdaus S.Pd.I, Anggota Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor sekaligus Pengasuh Ponpes Darul Ma'arif Kemang Bogor.

TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Bulan suci penuh barokah, membuat Ramadan banyak dinanti muslim yang beriman. Tak hanya berpuasa, ibadah di bulan ini pun seakan sayang dilewatkan.

Namun, karena kondisi tidak sedikit yang orang yang tidak dapat melaksanakan ibadah puasa, baik itu karena sakit atau hal lain sehingga ia belum bisa menjalankan ibadah puasa.

Lantas, bagaimanakah mereka yang tidak bisa berpuasa karena sakit, apakah tetap mendapatkan pahala?

Ustaz M. Farid Firdaus S.Pd.I, Anggota Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor juga Pengasuh Ponpes Darul Ma'arif Kemang Bogor menjelaskan untuk orang sakit, di dalam kitab Ar-Risalah Al Jami'ah menjelaskan di mana ada 8 golongan orang yang boleh buka puasa. Di antaranya orang yang sakit dan di kemudian hari harus menqadha puasanya.

Dia bisa mendapat keistimewaan Ramadan, dengan mengerjakan keaikan-kebaikan lain, seperti membaca Al-Quran, zikir dan selawat.

Dia bisa mendapatkan fadilah bulan Ramadan. Jadi, fadilahnya tidak hilang karena dia ada uzur tadi.

Delapan golongan yang boleh tidak berpuasa selain sakit, ada orang gila, musafir, wanita sedang haid, nifas, ibu menyusui, hamil, dan orang sangat tua sekali.

Ilustrasi. (healthtap)

Untuk musafir atau yang sedang bepergian, bisa tidak berpuasa jika jarak perjalanannya sekitar 98 kilometer. Itu ukurannya.

Di jarak tersebut seseorang diperbolehkan melakukan salat jamak atau qashar untuk mengganti salat wajib, dan diperbolehkan untuk berbuka puasa.

Lalu mana yang lebih utama, berpuasa atau tidak? Kalau dia kuat lebih baik bepuasa, tapi kalau tidak kuat karena ada keringanan yang Allah berikan, silakan tidak berpuasa.

Jika dari Bogor ke Cianjur yang tidak sampai 98 kilometer, bolehkah tidak puasa? Soal ini, unsurnya orang tersebut sakit.

Misalkan kita dari Bogor ke Jawa Timur sekarang kan enak lewat jalan tol atau kereta. Perjalanan pun nyaman. Apakah boleh tidak puasa? Jelas boleh-boleh saja karena sudah memenuhi syarat jarak tadi. Tapi harus meng-qadha nantinya.

Makna Keistimewaan Ramadan

Ustaz M. Farid Firdaus S.Pd.I, Anggota Komisi Fatwa MUI Kabupaten Bogor sekaligus Pengasuh Ponpes Darul Ma'arif Kemang Bogor. (TribunJakarta.com/Mohamad Afkar Sarvika)

Ustaz M. Farid Firdaus  juga menjelaskan makna Ramadan.

Ramadan dari kata ro-ma-do yang artinya membakar. Bulan Ramadan ini adalah keistimewaan yang Allah SWT berikan kepada umat Nabi Muhammad SAW.

Walau umat Nabi Muhammad SAW umurnya pendek-pendek, tetapi perjuangannya mendapatkan keistimewaan bisa melebihi umat-umat sebelumnya. Karena dikasih satu bulan yang istimewa untuk memperbanyak ibadah, yaitu Ramadan.

Ramadan disebut juga dengan sayyidu syahri yaitu rajanya bulan. Walau umat Nabi Muhammad SAW usianya sedikit, pendek, tapi ibadahnya melebihi umat-umat sebelumnya. Di antara salah satunya momen yang paling tepat untuk menggapai itu perbanyak ibadah di bulan Ramadan.

Maka dari itu di bulan Ramadan betul-betul dimanfaatkan untuk ibadah kepada Allah SWT. Sehingga kita mendapat fadilah atau keistimewaan bulan Ramadan.

Semua yang berpuasa insya Allah mendapat keistimewaan bulan Ramadan. Bahkan dalam kitab Ar-Risalah Al-Jami'ah menjelaskan tentang sebuah hadis berbunyi "Man shoma romadhona imanan wahtisaban ghufiro lahu maa taqoddama min dzanbih wa ma taakhor."

Bagi siapa yang berpuasa dengan rasa iman, meyakini perintah puasa Ramadan adalah kewajiban bagi setiap orang beriman dan mengharapkan pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

Tak hanya dosa-dosa di bulan Ramadan yang diampuni oleh Allah, melainkan satu tahun sebelum dan sesudah Ramadan jika dia berpuasa dengan dasar imanan wa ihtisaban. Imanan itu meyakini puasanya atas perintah Allah SWT dan ihtisaban, yaitu mengharapkan pahala dari Allah SWT.

Insya Allah orang beriman yang berpuasa, mengagungkan, dan menghormati bulan Ramadan akan mendapat keistimewaan bulan Ramadan. Dalam kitab Ar-Risalah Al-Jami'ah menerangkan, 1 kebaikan bisa mencapai 700 kebaikan. Tapi di bulan Ramadan 1 kebaikan bisa melebihi, bahkan tidak bisa diukur.

Untuk puasa Ramadan tidak ada ukuran pahalannya, dan hanya Allah yang tahu. Itu dari segi puasa. Untuk menambah pahala saat puasa Ramadan, yaitu dengan memperbanyak membaca Al-Quran dan ibadah-ibadah lainnya.

Bahasa ibadah itu sendiri apapun kebaikannya, ketika diniatkan untuk ibadah maka akan dilipatgandakan. Misalnya, seorang pelajar yang menuntut ilmu di hari biasa pahalannya 1, tapi di bulan Ramadan bisa berlipat-lipat.

Tanda Puasa Kita Diterima oleh Allah SWT

Sesuai dengan yang sering dibacakan oleh guru-guru kita, dalam surat Al- Baqarah ayat 183 yang ujungnya itu menjadi orang yang bertakwa.

Cirinya puasa diterima itu, artinya ketika setelah puasa dia ada perubahan dalam hidupnya. Asalnya tidak baik, setelah puasa jadi orang lebih baik. Baik itu tingkat ibadahnya kepada Allah, atau tingkat sosialisasinya kepada manusia. Itu salah satu cirinya. Jadi ada perubahan dalam dirinya.

Kalau tidak ada perubahan, ya mungkin puasanya itu hanya sekedar menahan lapar dan haus. Puasa sendiri ada 3 tingkatan. Pertama puasa orang umum, yaitu menjaga makan, minum, dan menjaga hubungan suami istri.

Kedua, puasa khusus, yaitu puasa menjaga 7 anggota badan. Ada penjelasan sebuah hadist, bagi siapa yang berpuasa kemudian ghibah, berbohong, menjelekkan orang lain atau menghina orang lain, maka batal puasanya. Batal di sini bukan batal puasanya secara fikih, melainkan batal pahala puasanya.

Kalau kita mau meningkat ke puasa yang nomor 2, yaitu puasa khusus, kita harus bisa menjaga 7 anggota badan kita ini, di antaranya mulut, mata, tangan, kaki dan telinga. Itu harus dijaga dari perbuatan-perbuatan dosa. Artinya ketika puasa bohong, hukumnya puasanya sah tapi pahalanya tidak ada di sini. Artinya dia hanya menggugurkan kewajibannya sebagai Muslim.

Terakhir, yaitu puasa khusus bil khusus. Ini puasanya para nabi. Kalau dipraktikkan memang agak sulit. Karena kalau hati dan pikirannya sudah memikirkan selain Allah itu sudah batal. Ukuran kita belum bisa seperti itu. Ukuran kita, mungkin puasanya orang awam yaitu bisa menjaga makan dan minum.

Tapi kita perlu meningkatkan sedikit demi sedikit. Setelah bulan puasa ada perubahan dalam diri yang bisa dirasakan. Seperti gampang beribadah dan gampag bermasyarakat. Nah ini ciri puasa diterima dan harus dipertahankan. Kalau tidak dipertahankan akan balik lagi seperti awal.

Bagaimana ketika puasa, jari-jarinya mengomentari orang lain di media sosial apakah pahala puasanya batal? Bisa jadi. Bisa dikatakan, ketika kita menggunakan media sosial untuk sesuatu yang provokatif, menghina orang, maka kita akan kehilangan pahala puasa. Tapi lebih parah tidak berpuasa.

Harapan kita, bulan puasa Ramadan ini banyak dimanfaatkan untuk ibadah. Memang ada hadist berbunyi, "nawmul soimi ibadatun," artinya tidurnya orang puasa adalah ibadah.

Harus diingat maknya tidurnya orang puasa di sini jangan dimakan mentah-mentah. Maksudnya, tidurnya orang puasa saja ibadah, bagaimana jika orang puasa itu banyak ibadahnya. Begitu seharusnya memahami hadits ini.

Tapi, kalau dia melek terus melakukan maksiat lebih baik tidur. Karena dengan begitu dia telah berhenti melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau maksiat. Ini yang disebut dengan "naumul alim ibadatun."

Simak Konsultasi Ramadan

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Menjemput Keistimewaan Ramadan, Apakah Orang Sakit Tak Berpuasa Juga Dapat?, https://jakarta.tribunnews.com/2021/04/16/menjemput-keistimewaan-ramadan-apakah-orang-sakit-tak-berpuasa-juga-dapat?page=all

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini