News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ramadan 2021

Kemenag: Membangunkan Sahur Harus dengan Cara yang Santun, Jangan Sampai Mengganggu Hak Orang Lain

Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

BANGUNKAN SAHUR - Remaja di perumahan Graha Mekarsari Indah, Desa Mekarsari, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, menjalani tradisi membangunkan orang untuk bersahur, Selasa (13/4/2021) dini hari. Dengan memukul bedug dan senar drum mereka berkeliling komplek untuk membantu warga untuk melakukan persiapan menjelang ibadah sahur. WARTA KOTA/NUR ICHSAN

Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) angkat suara menanggapi ramainya pemberitaan soal membangunkan sahur lewat pengeras suara atau TOA.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais Binsyar) Kementerian Agama Moh Agus Salim mengatakan memang bulan suci Ramadan di Indonesia akrab dengan berbagai tradisi khas.

Salah satunya, tradisi membangunkan warga dengan cara-cara yang unik saat waktu sahur tiba.

Namun, tradisi membangunkan sahur harus disampaikan dengan cara-cara yang santun, baik, dan sopan, agar keutamaan dan keberkahan tetap terjaga.

"Membangunkan sahur itu adalah perbuatan baik, tapi juga perlu dilakukan dengan cara yang santun dan baik untuk menambah kualitas kebaikan itu sendiri," ujar Moh Agus Salim dalam keterangannya, Jumat (23/4/2021).

BANGUNKAN SAHUR - Remaja di perumahan Graha Mekarsari Indah, Desa Mekarsari, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, menjalani tradisi membangunkan orang untuk bersahur, Selasa (13/4/2021) dini hari. Dengan memukul bedug dan senar drum mereka berkeliling komplek untuk membantu warga untuk melakukan persiapan menjelang ibadah sahur. WARTA KOTA/NUR ICHSAN (WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN)

Karenanya, saat membangunkan sahur, perlu juga memperhatikan hak kepentingan pribadi orang lain. Jangan sampai mengganggu hak-hak orang lain.

Misalnya orang yang sedang sakit, punya bayi atau anak kecil, maupun warga non muslim.

Hal ini menurut Agus Salim, sejalan dengan semangat moderasi beragama yang dalam beberapa tahun terakhir didengungkan Kemenag.

"Bahkan dalam diskursus moderasi agama tentu saja tidak hanya milik tradisi Islam, tapi juga untuk agama lainnya," tutur Agus.

Dengan kemajemukan dan multikultural masyarakat Indonesia, maka pentingnya implementasi moderasi beragama di tengah kemajemukan masyarakat.

Baca juga: Muhammadiyah: Tidak Usah Bangunkan Sahur Pakai Toa Masjid di Daerah Heterogen

Baca juga: Usai Viral Toa Masjid, Sekelompok Anak Lewat di Depan Zaskia Mecca, Ucapkan Bangunin Sahur Diomelin

Hal ini untuk merawat harmoni antar agama dan tradisi kebudayaan masyarakat setempat.

Sementara itu, Pelaksana Subdirektorat Kemasjidan Fakhry Affan mengungkapkan, sejak tahun 1978 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan tuntunan penggunaan pengeras suara.

Instruksi tersebut tertuang dalam KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Mushola.

"Takmir masjid juga harus tegas mengatur penggunaan alat pengeras suara atau toa masjid, misalnya untuk membangunkan sahur pada pukul 02.30 - 03.00 dan 03.30, durasi penggunaannya cukup satu menit, dengan suara yang baik dan cara yang baik," ujarnya.

Menurut Fakhry, disinilah pentingnya mengimplementasikan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin di tengah kompleksitas kehidupan keagamaan baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, sebagai jalan moderat yang diejawantahkan dalam Pancasila sebagai nilai-nilai moral publik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini