TRIBUNNEWS.COM - Itikaf merupakan ibadah yang sering dilakukan oleh Rasulullah di malam-malam terakhir bulan ramadhan, utamanya di 10 hari terakhir.
Itikaf merupakan satu cara untuk menghidupkan malam kemuliaan lailatul qadar yang turun di 10 hari malam terakhir di bulan Ramadhan.
Itikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu, sedangkan secara syar’i, itikaf berarti menetap di masjid untuk beribadah kepada Allah.
Dalam berbagai riwayat hadis, Rasulullah SAW selalu rutin beritikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan.
Bahkan sebelum wafatnya, Rasulullah beritikaf selama 20 hari seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah.
Baca Juga: Bacaan Doa untuk Menghidupkan Malam Kemuliaan Lailatul Qadar
Baca Juga: Doa setelah Sholat Tahajud dalam Tulisan Arab, Latin dan Terjemahannya
Keutamaan Itikaf
Dosen Syariah Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, Agus Salim menerangkan, keutamaan Itikaf adalah sebagai merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Selain itu, Itikaf juga sebagai suatu ibadah yang dilakukan untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar.
Dari Aisyah ra, “Rasulullah melakukan i’tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari, maka ketika di tahun menjelang wafatnya, Rasulullah beri’tikaf dua puluh hari. Dan istri-istrinya beri’tikaf setelah itu.”( HR. Bukhori dan Muslim).
Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa selain merupakan sunnah yang dicontohkan nabi, I'tikaf juga bisa menjauhkan diri dari neraka.
Meski begitu, kata dia, bagi orang yang mempunyai derajat yang tinggi seperti para nabi atau para wali, beritikaf bukan karena surga dan neraka saja.
"Beritikaf itu berada di rumah Allah, kalau kita datang ke rumah Presiden pasti seneng, nah ini kita datang ke rumah Allah, itu adalah suatu kenikmatan bagi para ulama yang menjadi bagian dari kekasih-kekasih Allah," kata Agus saat berbincang di program Oase Tribunnews, Jumat (30/4/2021).