TRIBUNNEWS.COM - Mengumandangkan takbir saat Idul Fitri 1 Syawal merupakan suatu sunnah yang sangat ditekankan.
Bacaan takbir disunnahkan dibaca saat hari pelaksanaan salat idul fitri ketika berjalan menuju tanah lapang/masjid atau saat sudah sampai ditempat salat.
Mengumandangkan bacaan takbir 'Allahu Akbar', juga merupakan bentuk syukur atas nikmat yang diberikan kepada Allah karena telah melalui Ramadhan.
Pemerintah Indonesia telah mengimbau agar masyarakat tidak melakukan takbir keliling di malam idul fitri.
Baca juga: Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Makassar Hari Ini, Senin 10 Mei 2021 atau Hari ke-28 Puasa Ramadhan
Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerumunan, mengingat pandemi virus corona masih terjadi.
Disisi lain, untuk takbiran di masjid juga diimbau dilakukan secara terbatas maksimal 10% dari kapasitas masjid dan musala, dengan memperhatikan standar protokol kesehatan COVID-19.
Bagi masyarakat yang tidak bisa datang ke masjid untuk takbiran ataupun juga melakukan shalat ied di rumah, bisa mengumandangkan takbir bersama keluarga di rumah.
Baca juga: Tata Cara Shalat Idul Fitri, Dilengkapi Niat, Jumlah Takbir, Bacaan di Sela-sela Takbir
Baca juga: Panduan Malam Takbiran dan Sholat Idul Fitri 2021 di saat Pandemi Covid dari Kemenag
Kapan dimulainya takbiran?
Ustaz Abdul Somad (UAS) menjelaskan, ada dua pendapat dari ulama mengenai waktu dimulainya takbiran.
Pertama, sejak malam setelah maghrib satu hari sebelum salat Idul Fitri.
Kedua, dimulai saat pagi hari ketika menuju salat Ied.
"Pertama mulai malam Idul Fitri, habis maghrib sampai besok khatib shalat Idul Fitri naik mimbar."
"Pendapat kedua ketika pagi, mau berangkat mau menuju tempat shalat Ied, itulah baru bertakbir," terang Ustaz Abdul Somad.
Setelah salat Idul Fitri selesai, maka setelah itu tidak ada lagi takbir.
Berbeda dengan Idul Adha yang mana ada hari tasyrik, maka selama hari tasyrik itu masih disunnahkan untuk mengumandangkan takbir.
"Sampai khatib naik mimbar, setelah itu habis tidak ada takbir, yang takbir hari pertama, hari kedua, hari ketiga itu Idul Adha, 11, 12, 13, Wallahu A'lam Bishawab," tutup Ustaz Somad.
Bagaimana lafaz takbir ied yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah?
Muhammadiyah dalam situs resminya menjelaskan, lafadz takbir ’Ied yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw adalah:
a. Lafadz takbir ‘Ied seperti disandarkan kepada Ibn Mas’ud, ‘Umar ibn al-Khattab dan ‘Ali ibn Abi Thalib, di antaranya adalah sebagai berikut:
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ.
“Allahu akbar allahu akbar, la ilaha illallah wallahu akbar alllahu akbar walillahil hamd”
Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan bagi Allah-lah segala puji.”
Lafaz tersebut berdasar berdasarkan hadits riwayat Ibn Abi Syaibah, Mushannaf, tahqiq: Kamal al-Hut, juz 1 hlm 490 no. 5650, 5651, 5653. Ibn al-Mundzir, Al-Awshat, juz 7, hlm 22 no: 223, hlm 23, 24, 25 no:224, 225, 226)
Ucapan Allahu Akbar dalam takbir ‘Ied pada redaksi hadits di atas jelas hanya diucapkan dua kali, tidak tiga kali.
b. Lafadz takbir ‘Ied sesuai hadits riwayat Abdur Razaq dari Salman dengan sanad yang shahih, yang mengatakan:
كَبِّرُوْا، اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Artinya: “Bertakbirlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat ash-Shan’aniy, Subul as-Salam, Juz II: 76)
كَبِّرُوْا، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Artinya: “Bertakbirlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat al-Baihaqi,Sunan al-Kubra, Juz III: 316)
Baca juga: Kapan Waktu yang Tepat untuk Bayar Zakat Fitrah? Ini Waktunya dan 5 Hal yang Perlu Diperhatikan
Baca juga: Kapan Hari Raya Idul Fitri 2021 atau 1 Syawal 1442 H? Ini Penetapan oleh Muhammadiyah dan Pemerintah
Sementara itu, ada pula bacaan takbir yang lebih panjang lagi, yaitu Allahu Akbar Kabira wal-hamdu lil-Lahi katsira… dan seterusnya sampai wa lau karihal-kafirun, musyrikun dan lain-lain.
Berikut lafal lengkapnya.
اللّه أكْبَرُ كَبيراً، والحَمْدُ لِلَّهِ كَثيراً، وَسُبْحانَ اللَّهِ بُكْرَةً وأصِيلاً، لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَلا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدينَ وَلَوْ كَرِهَ الكافِرُون، لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الأحْزَابَ وَحْدَهُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللّه واللَّهُ أكْبَرُ
“Allahu akbar kabira, wal hamdulillahi katsira, wa subhanallahi bukrataw wa ashila, la ilaha illallah, wa la na’budu iyyahu mukhlisina lahud din, wa law karihal kafirun, la ilaha illlallah wahdah, shadaqa wa’dah, wa nashara ‘abdah, wa hazamal ahzab wahdah, la ilaha illallah wallahu akbar”
Namun demikian, Muhammadiyah berpendapat, belum menemukan dasar atau dalil yang secara jelas menuntunkan bertakbir hari raya dengan lafaz demikian.
Di sisi lain, lafal takbir yang panjang tersebut ditemukan dalam hadis yang menunjukkan bacaan zikir pada akhir pelaksanaan shalat.
Selain itu, juga ditemukan pada sebuah hadist yang berkaitan dengan kepulangan Rasulullah dari perang, haji atau umrah.
Lafadz-lafadz yang terkandung dalam kedua hadis tersebut bukan dikhususkan untuk dibaca sebagai lafadz takbir pada hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha.
(Tribunnews.com/Tio)