TRIBUNNEWS.COM - Momen perayaan Idul Fitri dimulai dari salat Ied, bermaaf-maafan, hingga mengucapkan selamat lebaran.
Satu kalimat yang sering diucapkan oleh banyak orang Indonesia saat momen lebaran Idul Fitri yakni 'Minal Aidin wal Faizin' kemudian disambung dengan ucapan 'Mohon Maaf Lahir dan Batin.'
Lantas, apakah penggunaan ucapan tersebut sudah tepat? Dan kalimat apa yang diucapkan oleh Rasulullah SAW saat merayakan Idul Fitri?
Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta, Khasan Ubaidillah, menerangkan ucapan yang biasa digunakan oleh Rasulullah beserta sahabat adalah 'taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim.'
Ucapan tersebut disambung dengan 'Wa ja'alanallahu wa iyyakum minal aidin wal faizin.'
Baca juga: Tata Cara Takbiran Idul Fitri, Lengkap dengan Lafal Bacaan Takbir versi Panjang dan Pendek
Baca juga: Live Streaming Pengumuman Sidang Isbat 1 Syawal, Idul Fitri Tanggal 2 atau 3 Mei 2022? Cek di Sini
Taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim merupakan ucapan yang berisikan doa kepada seseorang.
"Taqobalallahu minna wa minkum taqobbal ya karim. Ini adalah bentuk doa di mana kita mendoakan orang yang kita sebutkan atau yang kita doakan itu," terang Khasan saat berbincang di program Oase Tribunnews.com.
"Semoga amal baiknya diterima oleh Allah dan Yang Maha Karim."
"Kemudian ja’alanaallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin, ini adalah doa semoga kita semuanya dijadikan menjadi orang-orang yang minal ‘aaidina, orang-orang yang kembali kepada kebaikan."
"Kembali kepada kesucian, kembali kepada fitrah. Dan wal faaiziin, itu menjadi bagian orang-orang yang beruntung," jelas Khasan.
Dapat disimpulkan bahwa ucapan minal aidin wal faizin berarti doa agar kita menjadi bagian orang-orang yang kembali kepada hal-hal yang baik, dan artinya bukan "mohon maaf lahir dan batin".
Baca juga: Teks Khutbah untuk Idul Fitri 1443 H: Merengkuh Taqwa Menjadi Muslim Wasathiyyah
Baca juga: Tata Cara Shalat Idul Fitri: Bacaan Niat, Doa Iftitah, Bacaan di Sela-sela Takbir, Waktu Salat Id
Sunnah di Hari Idul Fitri
Dalam kesempatan tersebut, Khasan juga menerangkan bahwa terdapat sejumlah amalan sunnah yang bisa dilakukan oleh kaum Muslim yang berkaitan dengan pelaksanaan shalat Id.
Berikut amalan sunnah saat shalat Idul Fitri
1. Mandi dan Berhias Memakai Pakaian Bagus
Orang yang menghadiri salat Idul Fitri baik laki-laki maupun perempuan dituntunkan agar berpenampilan rapi, yaitu berhias, memakai pakaian bagus (tidak harus mahal, yang penting rapi dan bersih), dan wangi-wangian sewajarnya.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam selalu memakai wool (Burda) bercorak (buatan Yaman) pada setiap ‘Id. (HR. Asy-Syafi’i dalam kitabnya Musnad asy-Syafi’i).
Diriwayatkan dari Zaid bin al-Hasan bin Ali dari ayahnya ia mengatakan, "Kami diperintahkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pada dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha) untuk memakai pakaian kami terbaik yang ada, memakai wangi-wangian terbaik yang ada, dan menyembelih binatang kurban tergemuk yang ada (sapi untuk tujuh orang dan unta untuk sepuluh orang) dan supaya kami menampakkan keagungan Allah, ketenangan dan kekhidmatan." (HR. Al-Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak, IV: 256).
2. Makan Sebelum Shalat Ied
Diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya (yaitu Buraidah bin alHusaib) ia berkata, "Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam pada hari Idul Fitri tidak keluar sebelum makan, dan pada hari Idul Adha tidak makan sehingga selesai salat." (HR. AtTirmizi)
Khasan Ubaidilah menerangkan, esensi dianjurkan makan sebelum berangkat salat Idul Fitri adalah agar tidak disangka hari tersebut masih hari berpuasa.
Sedangkan untuk salat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging kurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat Id.
3. Berangkat dan Pulang Melewati Jalan yang Berbeda
Diriwayatkan dari Muhammad bin Ubaidillah bin Abi Rafi’ dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pergi shalat Id berjalan kaki dan beliau pulang melalui jalan lain dari yang dilaluinya ketika pergi. (HR. Ibnu Majah)
Di antara hikmah kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara jalan pergi dan pulang adalah agar banyak bagian bumi yang menjadi saksi bagi kita ketika beramal.
"Jalan yang kita tempuh berbeda, sehingga bekas yang timbul dari pejalanan kita tidak terekam di satu titik tapi terekam juga di tempat yang berbeda," terang Khasan.
4. Mengumandangkan Bertakbir
Mengumandang takbir atau takbiran pada hari raya Idul Fitri adalah sesuatu yang disyariatkan oleh agama.
Ada dua pendapat dari ulama mengenai waktu dimulainya takbiran.
Pertama, sejak malam setelah maghrib satu hari sebelum salat Idul Fitri dan kedua dimulai saat pagi hari ketika menuju salat Id.
Berbeda dengan Idul Adha yang kumandang takbir juga digemakan saat hari tasrik hingga 13 Dzulhijah, pada Idul Fitri setelah salat Id selesai, maka setelah itu tidak ada lagi takbir.
(Tribunnews.com/Tio/Faryyanida)