TRIBUNNEWS.COM - Para relawan mendirikan Sekolah Pintar Merapi. Sekolah ini sifatnya darurat yang dibentuk mahasiswa dari Posko Terpadu Mahasiswa. Secara fisik sekolah ini hanya sebuah ruang kosong terbuka di sisi ruang stadion di samping Posko Utama pengungsian.
Di bawah arahan seorang mahasiswa dan pendampingan beberapa mahasiswa lain, bocah-bocah pengungsian begitu riang saat diajak bernyanyi bersama. Mereka juga bersemangat mengikuti arahan beragam tepuk tangan dengan berbagai gaya.
Menurut koordinator sekolah Pintar Merapi dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Harafi, jumlah anak-anak pengungsi yang tergabung dalam sekolah pintar ada 75 anak. "Jumlah itu hanya yang tercatat dalam absensi hari ini, tapi jumlah keseluruhan bisa lebih banyak," ujar Harafi, yang ditemui wartawan Surya, Dyan Rekohadi, Senin (8/11/2010), di lokasi sekolah.
Sekolah Pintar Merapi di stadion Maguwoharjo dibuka sejak Jumat (5/11/2010) tetapi kala itu dalam kondisi masih seadanya. Seiring waktu, lokasi sekolah darurat tersebur mulai dilengkapi dengan beberapa penunjang -mulai dari karpet, sound system serta alat tulis dan permainan.
Sebelum dibuka di Stadion Maguwoharjo, Sekolah Pintar Merapi sebenarnya sudah dibuka di tempat pengungsian di Ukirsari dan Umbulharjo. Tetapi karena desa-desa itu kemudian dikosongkan, maka sekolah mereka juga mulai dibuka di pusat penampungan pengungsi.
Jadi Sekolah Normal
Dalam waktu dekat, sekolah darurat itu akan difungsikan sebagai sekolah formal. "Sekolah ini adalah hasil kerja sama dengan Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan, sudah ada beberapa guru yang mendaftar untuk mengajar di sini," terang Harafi.
Mahasiswa Pendidikan Fisika UNY itu menambahkan, posko mahasiswa terpadu yang menjadi fasilitator Sekolah Pintar Merapi didukung mahasiswa dari IPB,UPB dan UI selain tentu mahasiswa UNY. Di luar itu banyak juga lembaga lain dan relawan yang turut mendukung, baik dalam hal fasilitas maupun tenaga konseling dan pengajar.
Sekolah Pintar Merapi menggelar kegiatan hampir sepanjang hari. Untuk menghilangkan rasa jenuh dan trauma pada anak-anak, pihak sekolah membuat tiga sesi kegiatan dalam sehari. Kegiatan belajar dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Selanjutnya, siang sampai sore, anak-anak diajak bermain.
Pada sore hari, Sekolah Pintar Merapi menyiapkan waktu khusus bagi anak-anak yang ingin mengaji. Malam hari, para relawan sudah menyiapkan pemutaran film bagi anak-anak yang datang ke sekolah itu.
Panji Susitoaji, salah satu bocah pengungsi di stadion, mengaku senang bisa belajar selama di pengungsian. Bocah10 tahun tahun itu diantar oleh ibunya ke tempat Sekolah Pintar Merapi, setiap pagi. "Saya juga mau minta Alquran dan mengaji di sini biar tidak takut," ujar siswa kelas V SDN Kejambon tersebut.
Sekolah Pintar Merapi Bantu Anak Pengungsi Bangkit dari Trauma
Editor: Anita K Wardhani
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger