TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Tiga ahli vulkanologi dari Jepang akan membantu meneliti letusan Gunung Merapi di perbatasan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Menurut Direktur Penerangan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, Masaki Tani, di Yogyakarta, Kamis (11/11/2010), ketiga vulkanolog Jepang itu akan membantu survei tentang bencana letusan Merapi. Mereka adalah Kenji Nogami, Masuto Iguchi, dan Takayuki Kaneko.
Selain itu, kata Masaki Tani, ada seorang ahli di bidang penyakit saluran pernapasan, Satoru Ishii yang ikut dalam tim tersebut. "Mereka kini telah berada di kawasan bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta. Mereka merupakan tenaga ahli bantuan darurat internasional," katanya.
Ia mengatakan, Kenji Nogami merupakan pakar dari Institut Teknologi Tokyo Jepang, Masuto Iguchi (Universitas Kyoto Jepang), dan Takayuki Kaneko (Universitas Tokyo Jepang). Mereka berada di Yogyakarta untuk meneliti bencana letusan Gunung Merapi, dan direncanakan cukup lama.
Sebelumnya, Masato Iguchi mengatakan, letusan Merapi yang beruntun sulit diprediksi, sehingga langkah yang perlu dilakukan saat ini adalah memperkirakan bagaimana kondisi magma yang masih terkandung dalam perut gunung itu.
"Persoalan seperti ini sering ditemui di berbagai letusan gunung berapi lain, bukan hanya di Gunung Merapi," kata Iguchi di kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Rabu.
Meski demikian, ia memuji langkah yang diambil Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
Pasalnya, mereka mampu meramalkan cukup tepat sebelum terjadinya letusan pada 26 Oktober 2010 karena sehari sebelumnya instansi tersebut memutuskan untuk menaikkan status Gunung Merapi dari "siaga" ke "awas".
"Merupakan langkah tepat jika PVMBG menaikkan status menjadi awas," katanya. Sejumlah ahli vulkanologi dari dalam dan luar negeri seperti Jepang, AS, Prancis, dan Indonesia akan membantu pemantauan Gunung Merapi, karena gunung tersebut adalah laboratorium alam yang terbuka bagi siapa pun.
Sementara itu, BPPTK Yogyakarta akan memasang tiga alat pendeteksi aliran lahar dingin yang disebut "Acoustic Flow Measurement" di Kali Gendol dan Kali Boyong yang berhulu di Gunung Merapi.
"Alat itu untuk deteksi dini aliran lahar dingin yang merupakan ancaman sekunder dari letusan Gunung Merapi," kata Kepala BPPTK Yogyakarta Subandrio, di Yogyakarta, Kamis.
Menurut dia, alat tersebut akan mengirimkan sinyal jika ada lahar dingin yang mengalir melebihi batas standar tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Pemasangan alat deteksi dini lahar dingin tersebut terkait dengan endapan material vulkanik hasil letusan Gunung Merapi yang memenuhi 11 sungai yang berhulu di Gunung Merapi yaitu Kali Gendol, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu.(*)