TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan mengatakan, Juru Bicara Istana Negara Julian Aldrin Pasha terlalu menyederhanakan persoalan, dengan menyebut kondisi keamanan di Papua, kondusif.
Perkembangan situasi Papua justru sebaliknya, kekhawatiran masyarakat masih tinggi. Pernyataan Istana bersifat kontradiktif karena di sisi lain mengakui masih terjadi teror berupa penembakan terhadap warga sipil termasuk aparat bersenjata.
”Pertandingan sepak bola dalam laga nasional di Jayapura oleh Liga Super Indonesia pada Selasa ini, nyatanya tidak diizinkan kepolisian akibat pertimbangan keamanan,” ujar Syahganda di Jakarta, Selasa (12/6/2012).
Kurang dua pekan sejak 29 Mei-10 Juni 2012 terjadi tujuh kasus penembakan yang menewaskan warga sipil, aparat hingga turis asal Jerman bernama Pieter Dietmar Helmut (29/5), seorang pelajar SMU, Gilbert FM (4/6), dan sehari sesudahnya (5/6) anggota TNI, Pratu Doengki Kune.
Hari yang sama, jatuh korban warga sipil yaitu Iqbal Rivai serta Ardi Jayanto. Hari berikutnya, 6 Juni 2012, korbannya PNS Kodam Cenderawasih, Arwan Apuan, yang disusul penembakan terhadap Satpam Supermarket, Tri Sarono pada Minggu malam lalu (10/6).
Di Kampung Kulirik, Distrik Mulai, Kabupaten Puncak Jaya, seorang guru SD Inpres Dondobaga, Anton Arung Tambila juga ditembak oleh orang tak dikenal (OTK) pada 29/5 saat berada di warung kelontong.
Penyelesaian rangkaian kasus memilukan ini, kata Syahganda, memerlukan pelibatan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga akar persoalan utama dapat dipecahkan seiring penciptaan rasa damai bagi warga Papua.
”Persoalan inti Papua itu bukan semata-mata keamanan, tapi meliputi aspek kesejahteraan ekonomi, ketidakadilan pembangunan, serta pengakomodasian aspirasi politik masyarakatnya untuk memenuhi kemartabatan Papua,” ujarnya.
Baca Juga:
- Komisi III Menduga ada 'Dagang Sapi' Sidang S...
- BK Akan Periksa Lima Anggota Komisi III DPR
- SBY Umumkan Menkes dan Wamen ESDM Baru sebelu