Laporan Wartawan Pos Kupang, Julianus Akoit
TRIBUNNEWS.COM, KEFAMENANU -- Sejak tahun 2008, tiga kasus korupsi kelas kakap jadi 'peliharaan' penyidik Kejaksaan Negeri Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Jaksa seakan tarik-ulur dan enggan serius melimpahkan berkasnya ke Pengadilan Negeri Kefamenanu, kendati para tersangka sudah ditetapkan sebelumnya.
Tiga kasus korupsi itu adalah proyek bantuan sosial (bansos) berupa pembangunan 333 unit rumah murah senilai Rp 5 miliar; proyek pengadaan satu unit mobil penyuluhan KB di Kantor BKKBN TTU senilai Rp 600 juta dan kasus korupsi tambang mangan di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten TTU.
"Sebab para tersangka yang ditetapkan sebelumnya oleh jaksa adalah para pejabat besar. Jaksa sepertinya ketakutan. Atau bisa juga sengaja takut karena sudah 'ditakuti' dengan sesuatu," jelas Direktur Lakmas NTT, Victor Manbait, S.H, Rabu (2/1/2013) siang.
Akibat ulah jaksa suka tarik ulur beberapa kasus korupsi besar itu, lanjut Manbait, publik mencurigai jaksa hanya ingin menjadikan pemeriksaan kasus itu sebagai 'ATM' untuk memeras para tersangka. "Saya turut prihatin karena publik tidak percaya lagi kepada jaksa. Bahkan publik menuding jaksa menjadikan kasus korupsi sebagai ATM. Saya jadinya kasihan sama para jaksa itu," kata Manbait.
Kasus korupsi bansos sudah ada satu terpidana yang dihukum. Namun Ketua DPRD Kabupaten TTU, Robby V Nailiu, S.T, dan Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, Eduardus Tanesib, yang juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, belum berani 'diutak-atik' oleh jaksa.
Berikutnya kasus korupsi di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU, sudah ada satu tersangka yaitu mantan Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten TTU, Lodovikus Sila, S.H.
Selanjutnya kasus korupsi proyek Pengadaan 1 unit mobil penyuluhan KB di Kantor BKKBN TTU telah ditetapkan Simon Feka sebagai tersangka yang diduga menyalahgunakan kewenangannya sehingga menyebabkan negara dirugikan.
"Tiga kasus karupsi besar yang menjadi sorotan publik itu, hanya sampai pada penetapan tersangka. Selebihnya kasus itu ditarik ulur oleh jaksa. Sampai sekarang belum dilimpahkan ke pengadilan. Ini memicu publik semakin curiga dan menuding jaksa sudah dibeli putus. Kasihan juga ya," jelas Manbait.
Satu lagi, lanjut Manbait, kasus 115 rekening liar di Pemkab TTU senilai Rp 8,5 miliar yang sudah masuk tahap pulbaket sejak tahun 2012 lalu, kini semakin kabur dan tidak ada kabar selanjutnya. "Jangan sampai nasibnya kayak tiga kasus korupsi lainnya," kata Manbait mengingatkan.
Publik, kata Manbait, menaruh harapan besar kepada jaksa untuk serius menuntaskan penyidikan kasus korupsi di TTU. "Jaksa jangan cuma melimpahkan ke pengadilan hanya karena tersangkanya orang kecil. Sedangkan para pejabat, takut disentuh. Itu sangat menyakitkan rasa keadilan masyarakat umum," jelas Manbait.