TRIBUNNEWS.COM, KEFAMENANU--Lembaga Advokasi Masyarakat Sipil Nusa Tenggara Timur (Lakmas NTT) menilai kasus proyek 333 rumah bantuan sosial (Bansos) tahun 2010 lalu kini menjadi bahan 'onani' politik dan ekonomi oknum penegak hukum dan para pejabat yang sudah ditetapkan jadi tersangka. Demikian ditegaskan Direktur Lakmas-NTT, Victor Manbait, S.H, kepada Pos Kupang melalui telepon, Jumat (1/3/2013).
Dijelaskan, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) Kefamenanu sepertinya takut untuk menangani kasus-kasus korupsi di TTU, terutama yang melibatkan para pejabat besar.
"Saya pikir ini ada semacam 'onani' politik para pejabat dan juga pihak kejaksaan sehingga kasus yang ditangani sejak tahun 2011 lalu, tidak diurus untuk ditangani. Khusus kasus yang melibatkan para pejabat," urai Manbait.
Dugaan adanya 'onani' kasus-kasus korupsi dengan motif politik dan ekonomi, lanjutnya, dapat dilihat dengan jelas dari kasus 333 rumah bansos yang ditangani Kejari Kefamenanu dan sudah menetapkan status tersangka terhadap Ketua DPRD TTU, RVN, dan Ketua Komisi A, DPRD TTU, ET, sejak tahun 2011 lalu. Namun sampai saat ini tidak jelas penanganannya.
"Seharusnya pihak kejaksaan dalam menangani sebuah kasus, apalagi yang sudah menjadi konsumsi publik, harus menjelaskan kepada publik setiap ada perkembangan atau kendala-kendala apa yang dihadapi penyidik. Bayangkan dalam kasus rumah bansos itu, ketua DPRD dan Ketua Komisi A sudah ditetapkan sebagai tersangka selama dua tahun, tetapi tidak ada perkembangan penanganannya," tegas Manbait.
Pengenaan status hukum kepada RVN dan ET sebagai tersangka dalam kasus tersebut, selain memberikan kejelasan awal penanganan kasus tersebut, juga 'menyandera' kedua tokoh politik TTU ini dalam kiprah politiknya ke depan. Karena itu, menurut Manbait, kejaksaan harus melakukan langkah-langkah hukum yang tepat, sehingga tidak terus menyandera pihak-pihak yang sudah diberikan status hukum tersebut.
"Sangat disayangkan justru Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) nya diproses dan dipenjara. Tetapi para kontraktor yang sudah jelas-jelas melakukan kesalahan di lapangan, tetap dibiarkan merdeka di luar," tegasnya.
Kajari Kefamenanu, Diding Kurniawan, S.H, dikonfirmasi di ruang kerjanya beberapa waktu lalu menguraikan, sampai saat ini pihaknya masih menunggu hasil perhitungan dari tim teknis Dinas Pekerjaan Umum (PU) TTU untuk kemudian dapat dijadikan sebagai dasar meminta tim audit dari BPKP Perwakilan NTTuntuk menghitung kerugian negara.