TRIBUNNEWS.COM, SYRABAYA -- Korban kejahatan kartu ATM debit dan kartu kredit makin banyak terungkap. Setelah harian Surya edisi Rabu (15/5/2013) menurunkan liputas khusus berjudul “Penyedot Uang di ATM Bebas Beraksi”, sejumlah nasabah menginformasikan bahwa mereka juga telah menjadi korban kejahatan ini. Korban yang belum terungkap jumlahnya diperkirakan lebih banyak lagi.
Agus Subagio (45), warga Ngagel Wasono, Surabaya merasakan betul penderitaan akibat kejahatan pembobolan kartu kredit. “Tiba-tiba ada tagihan sebesar Rp 29 juta akibat transaksi kartu kredit milik saya. Padahal, saya tidak menggunakannya,” kata Agus, Rabu.
Seperti diberitakan Surya, modus kejahatan yang memanfaatkan kemudahan pembayaran menggunakan ATM debit atau kartu kredit di mesin gesek Electronic Data Capture (EDC), masih marak terjadi. Penyebab utamanya adalah sejumlah merchant yang menyediakan EDC tidak mewajibkan pelanggan memasukkan nomor PIN atau meneliti identitas pemegang kartu.
Alhasil siapun pemegang kartu ATM debit ataupun kartu kredit, meskipun mereka bukan pemilik asli, dapat bertransaksi dan menyedot uang di rekening.
Diceritakan Agus, pada Desember 2012 dia mendapatkan tagihan dari sebuah bank swasta internasional. Bank tersebut mengklaim Agus menggunakan kartu kredit untuk menarik uang tunai pada 31 Juli 2012.
Merasa tidak pernah menggunakan kartu kredit pada tanggal itu, Agus komplain ke pihak bank. Agus menuding, ada orang lain mencuri data nasabah dan menggandakan kartu kreditnya.
Data transaksi yang diterima bank, lokasi pencairan dana dilakukan di sebuah SPBU di kawasan Kertosono. “Mana mungkin saya bisa ke Kertosono hari itu. Transaksi itu jam kerja dan saya sendiri sedang bekerja. Ada buktinya,” kata Agus.
Dari catatan yang sama, diketahui uang tunai pertama ditarik menggunakan kartu kredit ber-akun Agus Subagio sebesar Rp 21 juta. Beberapa menit kemudian, dana kembali ditarik Rp 8 juta. Kartu kredit milik Agus ini sendiri berlimit Rp 30 juta.
Selain karena tidak berada di Kertosono, Agus juga mengaku pada Juli itu, limit kartu kreditnya habis. Artinya, dia sudah tidak bisa lagi melakukan transaksi. “Yang saya heran, limit habis kok masih bisa transaksi sampai Rp 29 juta. Ini aneh,” imbuhnya.
Dari struk transaksi, terdapat perbedaan tanda tangan, namun pihak bank bergeming. Mereka tetap mengklaim Agus menggunakan kartu kreditnya. Bank tetap meminta Agus untuk melunasi tagihan.
Akibat kejadian ini, Agus mendapatkan intimidasi dari pihak bank yang terus memintanya untuk melunasi tagihan ‘siluman’ tersebut. Agus pun mengaku trauma menggunakan kartu kredit. Dia waswas kartu kreditnya yang lain digandakan hingga tagihan siluman kembali terjadi.
Korban selanjutnya yang melapor ke Surya adalah Daniel Susilo, karyawan perusahaan swasta nasional di Surabaya. “Saya mengalami kerugian sekitar 1,6 juta,” kata Daniel, Rabu (15/5/2013).
Ia bercerita kartu ATM BNI miliknya hilang dua minggu lalu. Ia tidak tahu persis kapan ATM miliknya raib. Ia kemudian melapor ke customer service BNI melalui call center, agar pihak bank memblokir ATM miliknya. Namun, Daniel terkejut saat diberitahu pihak bank bahwa ATM-nya telah digunakan transaksi di sebuah minimarket di kawasan Singosari, Malang. “Transaksi itu tercatat dua hari sebelum saya lapor ke customer service. Saldo uang saya sebelumnya Rp 1,7 juta tinggal Rp 200.000,” ungkapnya.
Menurut Daniel, pihak bank saat itu menjelaskan bahwa pemegang ATM yang bukan pemilik asli sangat dimungkinkan bisa bertransaksi melalui mesin gesek Electronic Data Capture (EDC). Itu disebabkan sejumlah merchant yang menempatkan EDC tidak mewajibkan memasukkan nomor PIN saat bertransaksi. (idl/ono)