News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Gubernur Jateng

Pilgub Jateng di Magelang Dinilai Panwaslu Tak Maksimal

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pemungutan Suara di RS: Para pasien RS Elisabeth lakukan hak suara pemilihan Gubernur Jateng yang menginduk dengan Tempat Pemungutan Suara 20 Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Jateng, Minggu (26/05/2013). Sebanyak 64 pasien terpaksa lakukan pencoblosan calon Bubernur Jateng di rumah sakit tersebut. Pemilihan Gubernur Jateng yang diikuti tiga pasangan calon Hadi Prabowo-Don Murdono, Bibit Waluyo-Sudijono dan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko ini dilakukan serentak. (Tribun Jateng/Wahyu Sulistiyawan)

TRIBUNNEWS.COM, MAGELANG - Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Magelang menilai pelaksanaan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah di Kabupaten Magelang pada 26 Mei 2013 lalu kurang maksimal. Penilaian itu berdasarkan pantauan di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di tujuh kecamatan di kabupaten tersebut.

"Menurut pengamatan kami, tingkat partisipasi masyarakat hanya sekitar 50 sampai 60 persen dari total pemilih di Kabupaten Magelang," ujar Wardoyo, Divisi Pelanggaran dan Sengketa Pemilu Panwaslu Kabupaten Magelang, Selasa (28/5/2013).

Beberapa faktor yang mengakibatkan kurangnya minat pemilih antara lain karena sosialisasi pelaksanaan pilgub yang dianggap masih kurang.

"Hal itu juga berakibat pada saat pelaksanaan perhitungan suara, banyak petugas di TPPS yang keliru memasukkan form yang harusnya diserahkan bagi saksi, namun malah ikut diserahkan ke PPS berbarengan dengan penyerahan kotak suara," ungkapnya.

Selain itu, kata Wardoyo, kebijakan KPU Kabupaten Magelang yang menggabungkan TPS hanya dengan alasan berdekatan juga disinyalir menjadi penyebab minimnya minat pemilih.

"Harusnya merger TPS ini berdasarkan pertimbangan sosiologis dan geografis. KPU jangan hanya mempertimbangkan geografis serta jumlah angka pemilih," ujarnya.

Dijelaskan Wardoyo, faktor sosiologis, itu dapat diartikan sebagai warga yang saat pemilihan gubernur pada lima tahun s ilam terdaftar di TPS "A" dan kini TPS "A" tersebut sudah digabung dengan TPS "B", maka pemilih tidak lagiberminat untuk mencoblos.

"Jarak antar-TPS dan permukiman penduduk ini memengaruhi minat para pemilih," tandasnya.

Pihaknya mengingatkan KPU untuk tidak terlalu sering melanggar peraturan KPU yang telah dibuat. Salah satu contoh dia menyebut bahwa terkait surat mandat yang diberikan ke saksi harusnya sudah beres pada H-1 pelaksanaan pilgub.

Namun, KPU malah mengeluarkan mandat pas hari H pelaksanaan berlangsung.

"Harusnya aturan tidak ditawar. Ini menjadi preseden buruk," tegasnya.

Sementara itu, Ketua KPU Kabupaten Magelang Ahmad Majidun mengaku telah melakukan sosialisasi kepada para pemilih. Sosialisasi dilakukan di tingkat dusun, desa, kecamatan hingga ke kabupaten, baik dengan cara siaran radio, pembagian kalender, leaflet, maupun gantungan kunci.

"Kami juga sudah sosialisasi melalui tatap muka, di pasar-pasar tradisional, kepada ormas, paguyuban, kelompok profesi," imbuh Majidun.

Dia mengklaim bahwa pendirian ataupun penggabungan TPS sudah memperhatikan beberapa hal, diantaranya maksimal pemilih di satu TPS berjumlah 580 pemilih.

"Kami juga memperhatikan jarak dan akses jalan bagi pemilih, kesamaan geopolitik, dan seterusnya," ungkap dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini