Laporan Wartawan Tribun Timur, Hajrah
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Dukungan atas rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) kini muncul dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Sebelumnya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pusat juga menyatakan setuju dengan rencana kenaikan BBM.
KPPU dalam hal ini memberikan beberapa catatan mengenai alasan pihaknya setuju dengan kenaikan harga BBM.
Komisioner KPPU, Syarkawi Rauf menjelaskan dengan tingginya beban subsidi bahan bakar minyak yang bisa mencapai Rp 300 triliun dinilai sangat membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Syarkawi menilai langkah pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sudah tepat.
Namun menurut Syarkawi, menyadari akan dampak negatif bagi kelompok masyarakat miskin dengan kebijakan ini terutama dari segi inflasi, maka diperlukan langkah strategis. Beberapa diantaranya adalah melalui bantuan langsung tunai (BLT) atau skim cash transfer lainnya yang dalam jangka pendek dapat membantu masyakat miskin.
"Pemerintah juga harus memberikan insentif tambahan bagi pengembangan usaha kecil dan mikro melalui bantuan permodalan serta pelatihan," jelasnya, Senin (10/6/2013).
Menurutnya, perbaikan skim kredit KUR harus dilakukan sehingga tidak disalahgunakan seperti membeli motor kemudian membuat petani beralih profesi menjadi tukang ojek.
Pemerintah juga harus membenahi transportasi publik. Pasalnya, harga BBM yang tinggi akan membuat banyak orang beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke moda transportasi umum.
Syarkawi yang juga senior ekonom Universitas Hasanuddin mengatakan alokasi subsidi BBM selama ini lebih banyak dinikmati oleh kelompok menengah atas, dan angka subsidi BBM dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan konsumsi BBM yang terus naik dan harga minyak dunia yang relatif tinggi.
Di sisi lain pemerintah membutuhkan anggaran pembangunan infrastruktur yang jumlahnya ribuan triliun hingga 2020. Subsidi BBM lebih banyak berdampak pada sisi konsumsi.
Belum lagi harga bahan bakar bersubsidi yang rendah justru tidak memberikan insentif bagi pengembangan energi alternatif.
"Tidak ada yang mau beralih dari BBM ke biotenal (produk energi alternatif) yang harganya mahal. Implikasinya, inovasi teknologi untuk energi alternatif juga sangat lambat," terangnya.