TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Ramadan merupakan bulan paling istimewa bagi umat muslim. Tak terkecuali bagi para imigran yang berada di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado.
Mereka, sejak hari pertama Ramadan, begitu khusuk menjalani puasa meski berada di balik tembok tinggi serta pengawalan imigrasi.
Saat menunggu bedug azan Magrib, para imigran ini pun melakukan aktivitas seperti biasa. Ada yang memasak, ada yang mengobrol, tapi ada juga yang melakukan pengajian.
Bagi para imigran asal Myanmar, mereka biasanya melakukan pengajian sekitar pukul 16.00-18.00 Wita atau hingga saatnya buka puasa. Sedangkan imigran asal Afganistan, biasanya mengaji mulai pukul 23.00-02 dini hari atau menjelang sahur.
"Sudah ada empat orang yang khatam quran," kata Ustaz Mohamad Arif, imigran asal Myanmar.
Ketika berbuka puasa, mereka berkumpul di masing-masing ruangan berdasarkan negara mereka. Di ruangan milik satu kelompok imigran asal Myanmar, mereka duduk bersila mengelilingi masakan yang sudah dimasak oleh mereka sendiri.
Sore itu, Senin (05/08/2013), menu di ruangan ini berupa nasi yang dimasak dengan bumbu khas Myanmar, kurma, buah-buahan dan juice. Rasa nasi tersebut mirip seperti nasi kuning di Indonesia.
"Bumbu masakan di Myanmar dan Indonesia memang ada sedikit kemiripan," kata Syaifula, imigran asal etnis Rohingya.
Setelah berbuka puasa bersama, para imigran ini langsung bersiap-siap mengikuti salat berjemaah di musala yang sudah disiapkan pihak rudenim. Dipimpin seorang ustaz mereka pun melaksanakan salat.
"Kami selalu berdoa agar kami segera mendapatkan status pengungsi (refugee) dari UNHCR ," ujar Syaifula. (aro/riz)