Laporan Wartawan Tribun Manado, Christian Wayongkere
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Sajjad, Amar, dan Jordan Hataila merupakan tiga diantara mahasiswa baru Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado yang
berkewarganegaraan asing. Mereka dapat kuliah di Unsrat setelah lulus jalur undangan seleksi masuk perguruan tinggi negeri (SMPTN) 2013.
Kakak beradik Sajjad dan Amar merupakan warga Afganistan yang tiggal di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado. Keduanya alumni SMA Negeri 4 Manado. Adapun Jordan warga Papua Nugini.
"Sajjad kuliah di Fakultas Teknik Jurusan Informatika, Amar di Fakultas Pertanian, dan Jordan Hataila di Fakultas Peternakan. Mereka dapat kuliah gratis melalui program Mapalus Unsrat," kata Juru Bicara Unsrat Daniel Pangemanan, Selasa (13/8/2013).
Ia menjelaskan, masuknya calon mahasiswa baru dari negara luar Indonesia sudah dikoordinasikan dan ada persetujuan pihak-pihak terkait.
"Seperti persetujuan dan izin dari kantor Imigrasi dengan United Nations High Commissioner for
Refugees dan Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud," kata Pangemanan.
Mengenai pemberian kuliah secara gratis kepada mereka, kata Pangemanan, setelah memenuhi persyaratan. Ia memastikan tidak ada perlakuan khusus bagi ketiga WNA tersebut.
"Mereka sama seperti mahasiswa lainnya. Untuk pemberian biaya gratis jelas bisa dikatakan orangtua mereka tidak ada penghasilan karena mereka pengungsi yang meminta suaka politik di Indonesia," ujarnya.
Lanjutnya, pemberian kesempatan kepada mereka untuk mengikuti perkuliahan karena dalam Undang-undang Hak Asasi Manusia dan Hukum Internasional mereka harus
dilindungi dan mendapatkan hidup yang layak.
"Sepanjang tidak menyalahi aturan tidak ada masalah," tukas Pangemanan.
Terpisah Kepala Rudenim Nyoman Surya Mataram membenarkan bahwa kedua kakak beradik itu merupakan deteni atau penghuni rudenim.
"Sayangnya orangtua mereka tidak kooperatif dengan kami. Ada kejadian saat kami mempertanyakan data tempat bersekolah anaknya kepada ayah mereka, jawaban yang kami dapat kurang mengenakkan," tutur Mataram.
Bahkan pihaknya hingga kini tidak tahu status mereka yang kini masuk Unsrat. Apalagi, blok yang mereka tempati sangat sulit untuk pihaknya melakukan kontrol karena selalu diteriaki bahkan diusir.
"Mereka tidak bisa diwawancara karena sebagaimana Peraturan Dirjen Imigrasi Nomor IMI 1917-0T.02.01 Tahun 2013 tentang Standar Operasi Prosedur Rumah
Detensi Imigrasi, bunyinya, kunjungan jurnalistik hanya dapat melakukan dokumetasi tanpa wawancara terhadap deteni dan harus ada izin kepala rudenim,"
pungkasnya.