TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Panahatan Hutajulu, kuasa hukum tersangka Bupati Tobasa, Pandapotan Kasmin Simanjuntak membantah kliennya melakukan tindak pidana korupsi atas transfer Rp 3,83 miliar dari PLN.
Kliennya mengakui menerima dana itu di hadapan penyidik Tipikor Polda Sumut.
Panahatan berargumen uang yang ditransfer dan dipindahbukukan staf Keuangan PT PLN (Persero) Pikitring Suar dalam dua tahap ke rekening BNI Nomor 01796817** atas nama Kasmin Simanjuntak tersebut bukan dalam kapasitasnya sebagai Bupati Tobasa.
Tapi sebagai subyek pribadi atau suami dari istrinya Netty Pardosi yang memang memiliki lahan di kawasan base camp PLTA Asahan III.
"Kalau tentang access road Pak Kasmin tidak ada menerima uang pembebasan lahan atau apapun. Yang jelas kalaupun ada menerima sejumlah uang, itu atas penjualan tanah untuk lokasi base camp. Ya, memang diakui (Kasmin) ada menerima dana sebagai ganti rugi tanah milik istrinya (Netty Pardosi)," kata Panahatan saat dikonfirmasi Tribun via selulernya.
Menurut Panahatan yang menerima uang ganti rugi di lokasi proyeksi base camp PLTA Asahan III tidak hanya kliennya. Sebanyak 127 masyarakat yang memiliki lahan tersebut juga turut menerima ganti rugi yang sama dengan nilai berbeda.
"Masyarakat yang menerima di situ (base camp) ada sekitar 127 orang. Jadi, bukan hanya Pak Kasmin yang menerima uang ganti rugi lahan," ujarnya.
Apakah tanah bukan milik anaknya, Bobby Simanjuntak? "Bukan. Itu tanah istrinya. Jadi, jangan ada dipelintir, itu bukan tanah Bobby. Tanah itu sudah dibeli Ibu (Netty) dari masyarakat jauh sebelum-sebelumnya. Jadi uang (Rp 3,8 M) yang diterima (Kasmin) atas ganti rugi lahan milik istrinya. Tidak ada aliran dana yang lain-lain," katanya.
Panahatan menegaskan lagi tidak ingin ada yang memelintir Kasmin menerima ganti rugi lahan dalam kapasitasnya sebagai Bupati Tobasa.
"Jangan dipelintir bahwa Pak Kasmin menerima itu dalam kapasitasnya sebagai bupati. Bukan. Tapi pribadinya Pandapotan Kasmin Simanjuntak, bukan bupatinya. Begitu bos," tandasnya.
Panahatan juga membantah lahan base camp masuk dalam wilayah hutan lindung. "Oh sepanjang ini, saya tidak mengetahui itu kawasan hutan atau tidak. Sepengetahuan saya, itu bukan kawasan hutan," katanya.
Loh yang dipermasalahkan penyidik Polda kan tentang penjualan lahan hutan?
"Ya kalau orang memelintir menjual kawasan hutan, itu masalah belakangan. Silakan saja dibuktikan dengan hukum bahwa itu (base camp) kawasan hutan apa tidak," katanya.
Panahatan juga membantah kliennya menerbitkan penetapan izin lokasi pembangunan base camp dan acces road PLTA Asahan III seperti terungkap dalam audit investigasi BPKP Sumut.
"Salah Pak, salah-salah. Maksud saya 'penetapan izin' itu salah. Kita luruskan aja. Bahwa Pak Kasmin selaku Bupati Tobasa tidak pernah memberikan penetapan izin untuk membangun base camp. Karena begini, penetapan izin itu tidak ada hak Pak Kasmin memberikan itu. Tapi kalau rekomendasi untuk lokasi base camp itu ada dikeluarkan Pak Kasmin. Nah, artinya kalau penetapan izin itu kan harus ada IMB. Jadi IMB itu belum pernah sejarahnya ada sepanjang di bangun base camp setelah pemerintahannya Pak Kasmin sebagai Bupati. Tapi rekomendasi," katanya memberikan argumen panjang lebar.
"Bahasa simpelnya terhadap rekomendasi itu, ada hal lagi yang mesti diurus PLN untuk pembangunan lokasi base camp. Jadi penetapan izin lokasi, tidak ada itu bos."
Namun Panahatan hanya terdiam setelah Tribun membacakan nomor surat keputusan penetapan izin lokasi yang diterbitkan Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak seperti tertera dalam audit BPKP Sumut yakni Keputusan Bupati Toba Samosir tertanggal 21 Oktober 2010, tentang penetapan izin lokasi pembangunan base camp, acces road dan spoil bank di Desa Meranti Utara Kecamatan Pintu Pohan Meranti Kabupaten Toba Samosir.
Ia mengaku belum tahu sembari kukuh menyatakan yang dikeluarkan Bupati Tobasa adalah rekomendasi.
"Oh itu belum ada, saya rasa belum ada. Tapi, izin rekomendasi sudah ada. Itu saja. Kalau yang dipenuhi mereka (PLN) sesuai rekomendasi, itulah yang harus dilaksanakan. Begitu ya. Oke ya," ujarnya coba menyudahi konfirmasi Tribun.
Ia juga membantah Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Tobasa juga mengeluarkan rekomendasi IMB base camp.
"Oh itu tidak ada haknya dinas perkebunan dan kehutanan kabupaten Tobasa memberikan IMB. Yang memberikan IMB kan harusnya Tarukim. Kalaupun misalnya dikasih surat rekomendasi, kalau Tarukim nya tidak mau mengeluarkan bagaimana?" ujarnya.
"Jadi kalau hanya berupa rekomendasi, jangan diartikan itu sebagai izin. Silakan sesuai rekomendasi itu dijalankan oleh pihak-pihak yang lain. Jadi sepanjang pengetahuan saya Tarukim belum mengeluarkan IMB-nya itu untuk dibangun. Maka itu sudah terlepas dari Pemkab Toba Samosir, silakan dipertanyakan ke PLN, begitu bos ya," katanya sembari memutus sambungan teleponnya.
PT PLN (Persero) harus menunggu tujuh tahun agar bisa mendapatkan proyek PLTA Asahan III di Kabupaten Toba Samosir yang menelan investasi Rp 2,7 triliun. PLN sudah mengajukan 17 surat permohonan izin lokasi PLTA Asahan III kepada Gubernur Sumatera Utara, sejak 2004.
Izin Penetapan Lokasi PLTA Asahan III dikeluarkan Plt Gubernur Gatot Pujo Nugroho, 17 Februari 2012.
Sebelumnya, Pemprov Sumut sempat merekomendasikan pengerjaan PLTA Asahan III pada PT Badra Jaya melalui surat Nomor 671/21/1520/2011 tertanggal 18 Februari 2011. Namun hingga masa berlaku izin habis, proyek ini tak mampu direalisasikan PT Badra Jaya.(fer)