TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Pusat Studi HAM UII dan Koordinator Koalisi Rakyat Pemantau Peradilan Militer (KRPM) Sumiardi menyatakan pesimismenya atas proses peradilan militer dalam kasus penyerangan LP Cebongan.
Ia mengatakan proses peradilan militer berpotensi gagal dalam membongkar fakta yang lebih lengkap, hal ini akan menghalangi hak para keluarga korban untuk mengetahui peristiwa yang mengetahui peristiwa yang menimpa keluarga mereka.
"Janji atas persidangan yang adil, terbuka dan transparan tidak dapat diwujudkan karena masih adanya intimidasi yang dibiarkan oleh penegak hukum dan pihak yang berwenang," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Jelang vonis kasus Cebongan, mungkinkah putusan yang akuntabel?," di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2013).
Ia juga mengatakan, dalam pengamatan yang dilakukan pada proses persidangan juga terlihat bahwa Oditur (Jaksa dalam Peradilan Militer) dalam membuktikan dakwaannya tampak tidak cukup percaya diri.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Oditur juga ia nilai tidak mampu mengungkap fakta-fakta secara detail dan mendalam tetang peristiwa yang terjadi.
"Oditur juga ternyata mempunyai pangkat yang lebih rendah dari penasihat hukum," imbuhnya.
Ia juga menyebut secara substansi pengadilan sejak awal sudah mengkerdilkan kasus ini sehingga hanya menjangkau pelaku lapangan, tanpa mengeksplorasi aspek-aspek pertanggungjawaban yang memadai dari pihak-pihak lainnya yang seharusnya bertanggung jawab.