TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski penghitungan hasil pemilihan wali kota Bogor ditunda, namun kubu pasangan Bima Arya-Usmar Hariman meyakini perolehan suara versi KPU sama dengan hitung cepat, dimana Bima Arya-Usmar Hariman unggul dan mendulang 35 persen suara.
Kubu Bima Arya Sugiarto-Usmar Hariman pun siap membeberkan bukti faktual kemenangan tersebut.
"Kalau hitungan kami, quick count, dan C1 lebih banyak suaranya, tidak mungkin pasangan lain lebih banyak. Tapi nanti konsep pembuktiannya di KPU. Tidak mungkin C1 dipegang pasangan lain dengan milik kami beda," kata Ketua Harian Komite Pemenangan Pemilu Nasional Partai Amanat Nasional (KPPN PAN) Putra Jaya Husin dalam pernyataannya, Minggu (15/9/2013).
Pim Putra Jaya Husin yang juga melakukan survei internal kini fokus pada proses selanjutnya. Mulai dari pengawalan surat suara, tabulasi serta penelitian surat suara C1 di PPS, PPK, dan KPU.
"Jadi kita berikan warning saja ke KPU serta Panwaslu agar benar-benar menjaga netralitas hitung suara yang sebenarnya. Jangan ada manipulasi maupun pemindahan suara. Siapa pun yang menang itu yang dikehendaki warga," ujar Putra.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Juanda Bogor Dedi Irawan mengatakan, penundaan pleno KPUD Kota Bogor di tingkat kelurahan berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu untuk menaikkan dan menurunkan perolehan suara calon tertentu. Apalagi penundaan dilakukan bukan karena ada situasi darurat atau force majeur.
“Penundaan ini rawan praktik manipulasi perolehan suara. Ada apa di balik ini? Blank spot ini bisa menimbulkan konflik jika dimanfaatkan pihak tertentu yang mau mengacaukan Pilkada Bogor, karena calon yang didukungnya kalah," katanya.