TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sidang lanjutan kasus suap pengurusan perkara korupsi bansos Pemkot Bandung kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Kamis (26/9/2013). Sedianya, sidang akan memeriksa enam orang saksi, tapi seorang di antaranya, yakni jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar Ny Apriliana Purba, tidak hadir karena tengah beribadah ke Betlehem di Timur Tengah.
Kelima orang saksi yang hadir kemarin adalah Kepala Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung, Dandan Riza Wardhana; Kepala Bappeda Kota Bandung, Gunadi Sukma Bhinekas; mantan Kasi Penyidikan Kejati Jabar, Iwan Catur; serta pengacara terdakwa kasus korupsi dana bansos, Wienarno Djati dan Benny Yusuf.
Pada pemeriksaan terhadap Dandan dan Gunadi, Ketua Majelis Hakim, Nur Hakim SH MH, dan dua hakim anggota, Barita Lumban Gaol SH dan Basari Budi Arianto SH, mencecar kedua saksi perihal uang saweran yang diserahkan keduanya kepada terdakwa Herry Nurhayat. Belakangan diketahui uang itu dimaksudkan untuk menyuap hakim Setyabudi Tejocahyono, yang juga tersangka kasus ini.
Dandan mengaku memberikan uang Rp 7,5 juta dari kantong pribadinya kepada Herry, sedangkan Gunadi mengaku menyerahkan Rp 5 juta. Gunadi juga sempat menyebutkan bahwa ia diminta uang Rp 50 juta oleh Herry. Namun keduanya keukeuh mengaku tidak tahu uang itu akan digunakan Herry untuk menyuap.
"Kang Herry nelepon saya minta bantuan untuk membayar fee pengacara terdakwa kasus bansos. Saya lalu serahkan uang Rp 7,5 juta," kata Dandan, menjawab pertanyaan majelis hakim.
Mendapat jawaban seperti itu hakim anggota Barita Lumban Gaol langsung menanyakan mengapa saksi begitu mudah memberikan uang kepada terdakwa. Dandan menjawab hal itu karena solidaritas sesama kepala dinas. Sama seperti Dandan, Gunadi pun menjawab seperti itu.
Ketua Majelis Hakim, Nur Hakim SH, lalu mencecar Dandan dan Gunadi tentang aturan gratifikasi bagi pejabat. "Saudara Dandan beri Rp 7,5 juta, Saudara Gunadi beri Rp 5 juta. Anda tahu tidak, memberikan uang di atas Rp 500 ribu kepada pejabat itu termasuk gratifikasi," tanya Nur Hakim.
Dandan dan Gunadi pun hanya bisa menunduk. Menurut Nur Hakim. jika keduanya tidak memberikan uang kepada Herry, tak akan terjadi kasus suap terhadap hakim Setyabudi.
Pada persidangan kemarin juga terungkap saat menjabat sebagai Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, Dandan memberikan izin kepada Hotel Bumi Asih Jaya di Jalan Soekarno Hatta, yang kemudian diketahui milik salah seorang hakim di tingkat banding Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Pasti Serefina Sinaga, yang menangani kasus korupsi dana bansos.
Atas dasar inilah penuntut umum dari KPK mencecar Dandan tentang penerbitan izin hotel tersebut. "Karena diduga bersama-sama dengan Dada Rosada dan Edi Siswadi, saksi Dandan ini mengeluarkan fasilitas pemberian izin hotel dan atas instruksi Wali Kota Bandung," kata penuntut umum KPK.
Dandan pun mengaku memang dihubungi Dada Rosada sekitar Febuari 2013. "Beliau (Dada) mempertanyakan mengenai perkembangan Hotel Bumi Asih Jaya dan saya jawab akan dicek dulu karena banyak pengajuan izin yang masuk. Kemudian Pak Dada bilang silakan proses sesuai prosedur," jawab Dandan.
Pada pemeriksaan terhadap saksi Wienarno Djati dan Benny Yusuf, penuntut umum KPK sempat memperdengarkan rekaman pembicaraan telepon antara Wienarno dan terdakwa Toto Hutagalung. Dalam rekaman tersebut Toto menanyakan perkembangan kasus korupsi dana bansos Pemkot Bandung kepada Wienarno.
Penuntut umum KPK beberapa kali menanyakan kepada Wienarno, dalam kapasitas apa Toto Hutagalung menanyakan soal korupsi dana bansos. Menurut Wienarno, Toto adalah pimpinan Ormas dan orang dekat Dada Rosada.
Kuasa hukum Toto Hutagalung, Binsar Sitompul SH, menyoal peranan Benny Yusuf yang disebut-sebut sebagai pengacara dari Pemkot Bandung untuk mengurus kasus korupsi dana bansos tapi jarang beracara. "Anda jarang beracara, tetapi dari cerita-cerita Anda kebanyakan peranannya lebih banyak berkoordinasi dengan Kejati Jabar," kata Binsar.
Selain itu, Benny cukup gencar dalam proses pengembalian uang kerugian negara ke Kejati Jabar. "Mengapa sudah mengembalikan kerugian negara sedangkan hasil audit BPKP belum ada. Saya juga heran dengan tindak tanduk Benny Yusuf pada kasus ini," ujar Binsar.
Benny yang diserang pun beralasan ada pembagian tugas bagi para pengacara. Begitu pun saat kesaksian Benny di KPK yang menyebutkan bertemu jaksa Iwan Catur di Kejati untuk berkoordinasi dan memberikan nomor rekening Kejati Jabar, tetapi setelah dikonfrontasi Iwan Catur malah menyanggahnya.
"Saya sering ke Kejati dan tidak hanya bertemu Pak Iwan saja, tetapi banyak jaksa juga yang saya temui," kata Benny.
Benny mengaku, uang pengembalian kerugian negara pada kasus korupsi dana bansos dibawa oleh mantan sekda Kota Bandung Edi Siswadi ke kantor Kejati Jabar. Uang senilai total Rp 9 miliar itu diserahkan secara bertahap sebanyak tiga kali.
Menurut Benny, pengembalian uang itu bukan inisiatifnya sebagai pengacara, melainkan inisiatif Edi Siswadi. Sidang kasus ini kembali akan dilanjutkan pada Kamis (3/10/2013). (san)