TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang putusan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumatera Selatan di Mahkamah Konstitusi (MK), seluruh hakim diminta objektif dan realistis dalam memutuskan gugatan dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, Herman Deru-Maphilinda Boer (DerMa) dan Eddy Santana Putra-Anisja Djuita Supriyanto alias Wiwiet Tatung (ESP-WIN).
Pengamat Hukum Boyamin Saiman mengatakan dalam konteks pilkada Sumsel sebenarnya jika dipahami secara hukum incumbent melakukan pelanggaran dan memanfaatkan APBD bisa diartikan mereka melakukan kecurangan.
"Jika ada kecurangan harusnya di diskualifikasi. Bukan melakukan Pilkada ulang di beberapa daerah itu," kata Boyamin dalam pernyataannya, Senin(8/10/2013) malam.
Boyamin mengaku khawatir apa yang dilakukan oleh MK sengaja dibuat agar ada posisi tawar kepada incumbent.
"Ini dibuat sengaja agar ada posisi tawar dari oknum MK yang mau bertransaksi. Sehingga membuat dua kubu merasa tergantung oleh MK, dalam posisi tertentu mau tidak mau ada transaksi," ujarnya.
Boy mengatakan dalam putusannya nanti MK harus ada ketagasan, realistis dan ojbektif, apalagi kata dia ditengah kondisi MK yang tengah carut marut seperti saat ini.
"MK harus tegas, jika memang incumbent melakukan kecurangan diskualifikasi saja, nah orang calon yang tidak melakukan kecurangan ditetapkan sebagai pemenang. Karena ini dikhawatirkan akan menimbulkan konflik di masyarakat," bebernya lagi.
Boyamin yang juga Direktur Masyarakat Anti Korupsi untuk Indonesia (MAKI) menilai kecurangan yang dilakukan jangankan di 4 Kabupaten, di 1 Kabupaten saja harusnya MK menguggurakan kemenangan Incumbent.
"MK diduga ada main-main karena menunggu ada yang melakukan penawaran, jika saja kemarin memang ada kecurangan oleh incumbent, dan kemudian di gugurkan. Maka MK akan terhindra dari adanya dugaan transaksi. Mungkin, kemarin tawarannya baru kecil-kecil jadi keputusannya dibuat menggantung," ujar Boyamin