TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia diharapkan segera memberi perhatian penuh terhadap posisi strategis Kepulauan Mentawai sebagai kawasan terluar di bagian Barat Indonesia. Salah satu yang dibutuhkan Mentawai adalah pertahanan dan keamanan laut maksimal karena berhadapan dengan Samudera Indonesia.
Bupati Mentawai, Judas Sabaggalet mengatakan penempatan kepulauan Mentawai sebagai daerah tertinggal menempatkan daerah ini pada posisi yang sulit berkembang dan sangat bergantung pada dinamikan politik di Propinsi Sumatera Barat.
"Seharusnya Kepulauan Mentawai diposisikan sebagai daerah strategis bagi pertahanan dan kedaulatan Negara Indonesia di paling barat Indonesia.
Dengan posisi strategis ini, Kepulauan Mentawai harus dibangun secara terintegrasi," ujar Judas Sabaggalet dalam rilis kepada Tribunnews.com usai diskusi publik tentang Penegakan Hukum di Laut Yang Efektif dalam Rangka Menjamin Tercapainya Kesejahteraan Rakyat, di Jakarta, Kamis (17/10/2013).
Diskusi yang diadakan oleh Institut Keamanan dan Keselamatan Maritim Indonesia (IK2MI) itu dihadiri oleh para pemangku kepentingan laut dari berbagai instansi termasuk TNI AL dan Bakorkamlam RI.
Judas menerangkan, Kepulauan Mentawai terdiri dari tiga pulau besar yakni Siberut, Sipora dan Bagai (Sikakap). Namun demikian, ketiga pulau besar ini minim alat transportasi. “Memang ada kapal penghubung namun frekuensinya sangat jarang yaitu dua kali seminggu. Bahkan untuk menuju ke pulau-pulau terdekat, tidak jarang, masyarakat Mentawai harus ke Padang terlebih dahulu dengan tempuh jarah kapal 7 jam, sementara jarak untuk berhubungan pulau satu dengan yang lain sekitar 1 – 3 jam. Dalam kondisi seperti ini, Kepulauan Mentawai akan terus menjadi daerah tertinggal,” ujarnya.
Oleh karenanya, Kepulauan Mentawai harus dilihat sebagai daerah strategis terkait dengan pertahanan, keamananan dan kedaulatan wilayah Indonesia. Dengan paradigma yang baru ini, Mentawai membutuhkan pangkalan laut TNI AL dan juga fasilitas pendukung lainnya yang pada akhirnya semua itu akan mendorong terbentuknya pembangunan terintegrasi di semua bidang.
“Saya berharap bahwa suatu hari, jarak tempuh Padang – Mentawai hanya memakan waktu jarak tempuh 3 jam untuk jarak 145 km. Selama ini, waktu tempuh Padang – Mentawai adalah 10 – 11 jam menggunakan fery biasa. Dan percepatan waktu tempuh itu merupakan indikator pembangunan ekonomi yang bagus,” jelasnya.
Terkait dengan posisi strategis, Kepulauan Mentawai, Mantan Kasum TNI dan Wakasal Didik Heru Purnomo, yang juga Ketua IK2MI menegaskan bahwa pemerintah pusat harus memberi perhatian lebih terhadap kepulauan Mentawai karena posisinya yang sangat strategis. Ekonomi laut di seputaran kepulauan tersebut belum dikelola dengan baik. Namun demikian diperlukan kemauan politik pemerintah pusat untuk menggunakan paradigm baru atas status daerah kepulauan Mentawai.
Menurutnya, keamanan laut dan penegakkan hukum di wilayah perairan Indonesia tidak dapat dilakukan secara parsial dan ini merupakan Lex Specialist. Kepulauan Mentawai rawan dengan penyelundupan manusia (human trafficking) yang akan bermigrasi ke Australia. Selain itu, kepulauan yang kaya akan ikan tuna ini rawan dengan illegal fishing karena minimnya pengawasan atas perairan.
Lebih jauh, Mantan Kalakhar Bakorkamla RI itu mengatakan, luputnya perhatian kepulauan Mentawai dalam posisi strategisnya, merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Indonesia di bidang kemaritiman. Persoalan lain yang cukup pelik adalah tumpang tindih peraturan di laut Indonesia yang menyebabkan kerugian negara Rp 30 triliun-Rp50 triliun per tahun yang meliputi illegal fishing, illegal logging, pungutan liar di laut dll. Bahkan menurut INSA – Asosiasi Perkapalan Nasional Indonesia, kerugian pelayaran nasional mencapai Rp 5 triliun per tahun yang merupakan pungutan liar.