TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Seratusan buruh dari 16 organisasi buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Aceh (ABA), berunjuk rasa di Gedung DPRA, Senin (28/10/2013). Dalam aksi itu, selain mendesak Pemerintah Aceh menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dari Rp 1,7 juta menjadi Rp 2,3 juta, juga meminta perwakilan buruh dilibatkan dalam tim pembahas Rancangan Qanun (Raqan) Tenaga Kerja.
"Buruh dan organisasinya yang mengetahui masalah perburuhan dan tenaga kerja. Karena itu sudah sepantasnya ada perwakilan buruh dalam tim yang membahas Raqan Tenaga Kerja," kata Yunan, salah seorang perwakilan buruh dalam audiensi dengan Pimpinan DPRA, di Gedung DPRA, Senin (28/10/2013) kemarin.
Menurut perwakilan buruh lainnya, T Saifullah, perwakilan buruh perlu masuk dalam tim pembahas qanun tenaga kerja, karena qanun itu nanti diterapkan kepada buruh dan perusahaan.
"Kalau isi qanun hanya memberi manfaat untuk perusahaan dan tidak memberi manfaat untuk pekerja atau buruh, untuk apa Dewan susah payah membahas dan mengesahkannya," ujar Saifullah.
Organisasi para buruh di Aceh yang melakukan unjuk rasa ke Gedung DPRA, juga meminta pemerintah menaikkan UMP dari Rp 1,7 juta/bulan/orang menjadi Rp 2,3 juta/bulan/orang. Para buruh menilai, upah sebesar Rp 1,7 juta hanya cukup
untuk membiayai satu orang saja. Sedangkan para buruh punya istri dan anak-anak.
Selain itu, perwakilan buruh itu juga meminta Pemerintah Aceh menindak pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban membayar upah sesuai UMP yang telah ditetapkan. Menurut hasil survei organisasi buruh itu, masih banyak pengusaha supermarket di Aceh yang menggaji pekerjanya dengan gaji Rp 500.000 hingga Rp 800.000/orang/bulan.
Bahkan, ironisnya lagi perawat yang bekerja di rumah sakit pemerintah dan swasta serta guru yang honor di sekolah negeri hanya digaji Rp 600.000/bulan. Ini dinilai sangat tidak adil, dan massa buruh tersebut juga meminta masalah tersebut menjadi perhatian DPRA.
Organisasai buruh juga meminta pemerintah menghapus sistem kerja outsourcing yang berlaku di BUMN. Pegawai Outsourscing, itu harus dijadikan karyawan. Alasannya, banyak yang sudah menjadi korban, pemberhentian sepihak.
"Tenaga mereka dipakai saat diperlukan, tapi ketika tak diperlukan lagi, langsung di PHK, tanpa pemberian pesangon. Inilah yang kami sebut tidak adil," kata perwakilan buruh lainnya.
Ketua DPRA, Hasbi Abdullah didampingi Wakil Ketua Muhammad Tanwier Mahdi dan Sulaiman Abda yang menerima tujuh perwakilan organisasi buruh tersebut, mengatakan tuntutan yang disampaikan Aliansi Buruh Aceh (ABA), akan dijadikan bahan masukan dalam pembahasan lanjutan Raqan Tenaga Kerja.
Terkait lima tuntutan yang disampaikan buruh, akan dipelajari dan sampaikan kepada Pemerintah Aceh, untuk tindaklanjutnya. Karena, fungsi DPRA hanya mengawasi, sedangkan implementasi dari UU perburuhan dan UMP itu, adalah kewenangan eksekutif.
Begitupun, kata Sulaiman Abda, pihaknya akan terus mengontrol dan menegur Pemerintah Aceh, jika dalam pelaksanaan nanti, tidak sesuai UU Perburuhan, termasuk penerapan UMP kepada perusahaan.
"Kita minta Gubernur, menindak pengusaha yang belum melaksanakan sepenuhnya," ujar Wakil Ketua DPRA itu. (her)