TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Penemuan koin emas kuno dalam jumlah besar di Kuala Krueng Doy, Gampong Merduati, Banda Aceh mendorong warga berdatangan dan beramai-ramai menyusuri aliran Krueng Doy itu.
Benarkah lokasi penemuan koin emas itu terkait dengan peninggalan kerajaan di masa lalu? Sejarahwan Aceh, Dr Husaini Ibrahim MA mengaku tidak heran dan kaget dengan kabar temuan koin emas di Dasar Krueng Doy, Gampong Merduati, Kecamatan Kutaraja.
“Dulunya kawasan itu kan masuk dalam wilayah Gampong Pande yang merupakan salah satu pusat kerajaan di Aceh, sebelum masa Kerajaan Aceh Darussalam,” ungkap Husaini dikutip Serambi Indonesia (Grup Tribunnews.com) Senin (12/11/2013).
Gampong Pande bukanlah lokasi yang asing lagi bagi Husaini. Pria yang kini menjabat Kepala Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya, Unsyiah, meraih gelar doktornya dengan desertasi yang mengangkat tentang peran dan sumbangan Gampong Pande bagi sejarah Nusantara (Indonesia, Malaysia, Brunai, termasuk sebagian Thailand dan Filipina).
Dalam disertasi berjudul “Awal Islam di Aceh dari Perspektif Arkeologi dan Sumbangannya pada Nusantara” Husaini mengklaim Islam pertama sekali masuk ke Aceh melalui Gampong Pande. “Ini dibuktikan dengan banyaknya temuan-temuan batu-batu nisan kuno atau batu Aceh di kawasan Gampong Pande,” ujarnya.
Menurut Husaini, sebelum Kerajaan Aceh Darussalam berdiri, Gampong Pande merupakan salah satu pusat kerajaan di bawah Dinasti Meukuta Alam. Satu dinasti lainnya saat itu adalah Darul Kamal yang berpusat di kawasan Peukan Bilui saat ini. Kedua kerajaan ini kemudian disatukan oleh Sultan Ali Mughayatsyah, dengan pusat kerajaan di kawasan Peuniti dan Neusu saat ini.
Setelah itu, Gampong Pande menjadi kawasan industri perbengkelan atau pusat membuat segala macam hasil kerajinan dan kepandaian mengolah batu dan besi, termasuk membuat mata uang kerajaan. “Mungkin karena itulah kawasan ini dinamakan Gampong Pande,” ujar Husaini.
Sejak duhulu, kata Husaini, masyarakat setempat memang kerap menemukan barang-barang kerajinan kuno di kawasan tersebut, termasuk temuan koin emas. “Biasanya koin-koin itu ditemukan pada saat musim hujan, ketika terjadi pengikisan tanah oleh air. Tapi sebelumnya tidak pernah ditemukan dalam jumlah banyak seperti kabar hari ini. Kalau memang benar ditemukan dalam jumlah ribuan, bisa jadi itu milik kerajaan yang disimpan atau pun pesanan yang belum sempat didistribusikan,” kata Husaini.
Menurut Husaini, berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, ada pasal yang menyebutkan setiap temuan itu harus dilindungi, tidak bisa diperjualbelikan. Dan kepada orang yang menemukan itu diberikan hak oleh negara.
“Saya pikir Pemerintah Aceh harus merespon cepat temuan warga ini. Mungkin perlu diimbau agar warga tidak memperjualbelikannya, karena ini adalah aset yang sangat berguna untuk kepentingan ilmu pengetahuan, juga sebagai bukti kejayaan Aceh masa lalu,” demikian Dr Husaini Ibrahim. (Serambi Indonesia/nal)