TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Pengadilan Negeri (PN) Medan diminta serius dalam menanggapi gugatan perlawanan terhadap penetapan Sita Eksekusi terhadap aset kekayaan negara milik PT kereta Api Indonesia atau KAI yang diajukan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
PN Medan tidak semestinya berpihak dan mengikuti keinginan Pengusaha Pemilik Modal yang menyerobot aset PT KAI berupa tanah yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura Kelurahan Gang Buntu Kota Medan. Berdasarkan fakta-fakta hukum, aset tersebut merupakan kekayaan negara milik PT KAI.
“Kami meminta Pengadilan Negeri Medan harusnya bersikap netral dalam melakukan persidangan. Bukan berat sebelah kepada pemilik modal. Selama ini berdasarkan pengamatan kami, PN Medan tidak serius dalam menanggapi maupun menyidangkan gugatan perlawanan terhadap penetapan sita eksekusi yang dimohonkan PT ACK terhadap lahan milik PT KAI yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura Kota Medan. PN Medan lebih banyak mengikuti kemauan pihak swasta pemilik modal dari pada membela kepentingan negara. Untuk itu demi anak cucu dan bangsa Indonesia di masa depan, kami menghimbau Pengadilan Medan Serius dalam menangggapi gugatan Perlawanan Sita Eksekusi terhadap Aset PT KAI,” papar Direktur Eksekutif Government Watch (GOWA) Andi Syahputra kepada pers, Selasa (3/12), seperti dilansir dalam siaran persnya ke Tribunnews.com.
Lebih lanjut Andi Syahputra berpendapat apabila penetapan Eksekusi a quo tetap dijalankan, jekas akan merugikan Menteri BUMN selaku wakil pemerintah sebagai pemegang saham PT KAI. Oleh karena itu sangat beralasan dan sesuai kaidah hukum yang berlaku di negara ini bila Menteri BUMN mengajukan perlawanan untuk membela dan mempertahankan aset kekayaan negara milik PT KAI.
“Sampai saat ini Menteri BUMN tidak pernah memberikan izin persetujuan pengalihan atas Obyek eksekusi atau aset PT KAI yang diklaim diduduki pihak lain. Itu berarti aset negara milik PT KAI yang terletak di Jalan Jawa dan Jalan Madura Kota Medan, tetap miliki PT KAI,” ujar pengamat dan praktisi Hukum Publik ini.
Dasar Perlawanan Kementerian BUMN
Di tempat yang sama Direktur Pengembangan Centre Information Development Studies (CIDES) Hilmi R Ibrahim menjelaskan, Kementerian BUMN mengajukan perlawanan terhadap penetapan sita eksekusi No.16/Eks/2013/314/Pdt.G/2011/PN/Md yang dikeluarkan ketua PN Medan tanggal 25 Juni 2013 yang dimohonkan PT Arga Citra Kharisma terhadap aset kekayaan negara mikik PT KAI (Persero) berupa bidang-bidang tanah di Jalan Jawa dan JL Madura dengan total keseluruhan seluas 35 955 M2.
Bidang-bidang tanah tersebut sebelumnya dikenal sebagai Kelurahan GangBuntu Medan,yang merupakan bagian dari Eigendom Verponding No.9 yang diuraikan dalam Grandplan No.1 K.6b DSM W.W. tanggal 18 Oktober 1888 dan Peta Tanah Deli Spoorweg matschapij Emplacement Medan No. IJ135d D.S.M W.W.yang telah diberikan kepada Deli Spoorweg Matchapij (DSM) pada tahun 1918 dengan Hak Konsesi (Obyek eksekusi).
Dasar dan alasan Perlawanan yang diajukan Kementerian BUMN adalah karena obyek yang disita adalah berupa bidang-bidang tanah yang merupakan kekayaan negara yang dipisahkan yang dikelola PT KAI sebagai BUMN yang turut terlawan.
Peneliti CIDES yang juga Dosen Universitas Nasional ini berpendapat, berdasarkan surat Menteri Keuangan Republik Indonesia No. S-1069/HK.03/1990 tertanggal 4 September 1990, Perihal:Penertiban Tanah Hasil Konversi Hak Barat Yang Dikuasai/dimiliki Instansi Pemerintah/ Badan-badan Negara dan BUMN.
Surat Kepala Badan pertanahan Nasuonal No.530.22-134 tertanggal 9 Januari 1991 perihal penertiban Tana Asal Konversi Hak Barat yang dikuasai/dimiliki Instansi Pemerintah/Badan-badan negara dan BUMN yang berasal dari ex Eigendom Verponding No.33 dan Eigendom Verponding No.9 , Surat Menteri Keuangan Kepada kepala BPN dengan Nomor S-66/MK.6/2005 tanggal 05 Januari 2005, yang pada intinya menyatakan bahwa tanah yang berada di lokasi Gang Buntu merupakan tanah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero),
“Dari fakta-fakta tersebut, jelas bahwa aset berupa tanah seluas kurang lebih 4 hektar di Jalan Jawa dan Jalan Madura Kota Medan adalah milik PT Kereta Api Indoneia (Persero). Untuk itu sudah sewajarnya PN Medan menanggapi gugatan Menteri BUMN yang mengadakan perlawanan terhadap penetapan sita eksekusi yang diajukan PT ACK terhadap aset milik PT KAI. Jadi PN Harus Menghentikan eksekusi,” papar Hilmi R Ibrahim.
Bagian dari 12 Perusahaan Milik KAI
Di tempat yang sama Peneliti Senior Public Trust Institute (PTI) Eman Sulaeman Nasim menjelaskan, DSM atau Deli Spoor Matschapij sebelumnya merupakan bagian dari 12 perusahaan kereta api milik Belanda yang beroperasi di wilayah Sumatera Utara yang tergabung dalam vereniging Van Nederlands Indiche Spoor en tramweg Maatchapij atau disebut juga Verenigde Spoorwegbedrift (VS), disamping keberadaan perusahaan kereta api milik pemerintahBelanda yang disebut Staats Spoorwegen (SS).
Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, berdasarkan maklumat Kementrian Perhubungan RI Nomor I/KA tanggal 23 Oktober 1946 dibentuklah Perusahaan Kereta Api yang dikelola oleh Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (“DKARI”).
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No 86 tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-perusahaan Milik Belanda dan Pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum No. 2 tanggal 6 Djanuari 1950, tanah DSM dinasionalisasi menjadi tanah negara.
Berdasarkan peraturan pemerintah No.41 tahun 1959 tentang Nasionalisasi Perusahaan Kereta Api dan Tilpon Milik Belanda yang dikuasai (Hak Beher) oleh Djawatan Kereta Api (DKA) Saat ini terhadap tanah-tanah tersebut telah berubah untuk dikelola oleh PT Kerta Api Indonesia (Persero).
“Selanjutnya berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum No. 2 tanggal 6 Djanuari 1950, dinyatakan bahwa sejak tanggal 1 Januari 1950 DKARI dan SS/VS digabungkan menjadi satu Djawatan dengan nama Djawatan Kereta Api (DKA). Kemudian DKA diubah menjad perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) berdasarkan peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1963.
Diubah kembali menjadi Perusahaan Djawatan Kereta Api (PJKA) berdasarkan peraturan pemerintah No. 61 tahun 1971. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 57 tahun 1990, PJKA diubah kembali menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Dan Pada akhirnya berdasarkan peraturan Pemerintah diubah menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero) hingga saat ini,” papar Eman Sulaeman Nasim (***).