TRIBUNNEWS.COM – Profesi wartawan kini tengah menjadi sorotan publik. Berawal dari rencana Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang hendak menghapus dana alokasi untuk 'amplop' wartawan.
Ganjar mengaku pernah melakukan penelusuran terkait amplop wartawan. Pada kenyataannya, profesi wartawan memang sangat banyak godaan. Berdasarkan survei yang dilakukan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 2005 lalu di 17 kota, sebanyak 61,5 persen wartawan pernah ditawari amplop oleh narasumber. Berdasarkan survei tersebut, hanya 37,3 persen yang mengatakan tidak pernah ditawari amplop.
Fenomena memberikan amplop kepada wartawan terjadi di banyak daerah. Menurut Kabag Humas Pemkot Tegal, Markus Wahyu Priyono, pihaknya menganggarkan Rp 3 juta sebulan atau Rp 36 juta per tahun untuk para wartawan. Pemberian uang itu disebut sebagai dana pembinaan.
Sementara itu di Semarang, Humas Kota Semarang mengalokasikan Rp 300 juta setiap tahunnya untuk publikasi di media. Menurut Kabag Humas Kota Semarang, Achyani, tidak ada pembagian penggunaan dana wartawan secara khusus. Jika diperlukan, duit itu digunakan untuk biaya iklan di media massa.
Ditemui di kantornya, Achyani mengatakan lebih suka bentuk kerjasama dengan media massa semacam advertorial, display atau rubrikasi. Baginya, hal itu jauh lebih elegan dibanding memberi amplop. Bagaimanapun juga, pihaknya menghargai fungsi media sebagai kontrol sosial.
"Kami tidak pernah memberikan amplop sekalipun saat liputan, kalau data kami sediakan. Mungkin itu yang membedakan kami dengan yang lainnya," kata Achyani tengah pekan lalu.