Laporan Wartawan Surya M Taufik
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sidang kasus kredit fiktif Bank Jatim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, dengan terdakwa Carolina Gunadi, kembali digelar malam hari, Kamis (19/12/2013).
Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut baru selesai sekitar pukul 22.40 WIB.
Dalam sidang ini, Carolina Gunadi dituntut hukuman penjara selama sembilan tahun, dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara.
Dalam tuntutannya, JPU menganggap bahwa terdakwa Carolina terbukti bersalah melanggar pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi jo UU No.20 tahun 2010 tentang perubahan atas UU No.31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Serta dakwaan primer tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama, dalam pasal 3 UU no.8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Terdakwa terbukti bersalah, dan dituntut hukuman penjara selama sembilan tahun serta denda sebanyak Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara," kata JPU membacakan tuntutannya.
Atas tuntutan ini, penasehat hukum terdakwa, Zaenuddin merasa keberatan. Pihaknya akan mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya.
"Kami menolak keras dan akan mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya," ujar Zainudin usai sidang yang berahir tengah malam tersebut.
Carolina Gunadi ditangkap petugas Bareskrim Polri pada Februari lalu.
Mantan istri Yudi Setiawan itu, disebut-sebut menjadi salah satu dalang di balik suksesnya pengajuan kredit fiktif di Bank Jatim.
Carolina diketahui membawa dua CV untuk membantu Yudi, yang saat itu masih menjadi suaminya, guna menjadi penjamin pengajuan kredit senilai Rp 52,3 miliar di Bank Jatim cabang Jl HR Muhammad, Surabaya.
Dalan kasus itu, Yudi Setiawan menggunakan delapan perusahaan pemohon kredit modal kerja (KMK) ke Bank Jatim dengan 28 jaminan oleh perusahaan milik Yudi.
Dengan cara tersebut, Yudi Setiawan berhasil mendapatkan dana untuk sejumlah proyek di beberapa daerah di Jawa Timur, Situbondo, Pamekasan, Lamongan dan Mojokerto.
Ternyata, sejumlah proyek pengadaan barang yang menjadi dasar pengajuan kredit senilai Rp 52,3 milyar tidak ada, alias fiktif.